“Budi Arie di Projo, sedangkan Profesor ini di ‘Sedulur Jokowi’. Meski beda nama tapi relatif 11-12," tambahnya.
Roy menyebut bahwa para anggota kelompok tersebut kerap mendapat banyak keistimewaan.
"Mulai dari Jabatan Komisaris yang diobral di era Rezim itu, sampai posisi-posisi strategis dan dibayar menggunakan uang Rakyat,” katanya.
Ia menyebut kondisi ini sebagai salah satu modus mereka untuk mengeruk keuangan negara yang sangat tidak profesional.
Tidak berhenti di situ, ia juga menyinggung peningkatan status ekonomi para anggota kelompok tersebut.
“Status sosial-ekonomi para anggota gerombolan tersebut biasanya mengalami mobilitas vertikal yang sangat cepat,” Roy menuturkan.
Tidak heran, kata Roy, ketika belakangan ini sosok P sudah mulai dikuliti. Bahkan ia mengaku pernah menerima pesan pribadi dari Profesor tersebut.
“Begitu menerima dokumen dari Bp SRC itulah saya kemudian ingat peristiwa yang terus terang kurang nyaman, dimana 1,5 bulan lalu ada WA yang mendadak saya terima dari Profesor ‘P’ ini,” katanya.
Kata Roy, pesan itu masuk tepat pada Senin (6/5/2025) pukul 07.41 WIB. Ia mengaku mengabaikan isi pesan dari Profesor “P” terkesan intimidatif.
"Saya abaikan alias tidak saya reply dan tidak juga dianggap penting. Apalagi memang benar isinya terkesan mengintimidasi meski kalimat awalnya (sok) menggunakan kata sahabat dan menyampaikan saran soal Kasus Ijazah Palsu Jokowi,” jelasnya.
Roy kemudian meneruskan pesan tersebut kepada SRC untuk dikaitkan dengan dokumen yang diterima.