“Kami lakukan pembenahan total dari hulu ke hilir. Mulai dari benih, pola tanam, sistem hilirisasi, sampai pada aspek penjualan. Tujuannya sederhana: petani harus diberi ruang untuk untung. Kalau petani rugi, mereka jera menanam,” tegas Amran.
Kementerian Pertanian telah menyusun Roadmap Swasembada Gula Nasional yang menargetkan swasembada gula konsumsi pada 2028 dan swasembada total, termasuk kebutuhan industri dan bioetanol, pada 2030. Namun demikian, Mentan menegaskan target tersebut akan diupayakan tercapai lebih cepat, seiring dorongan politik yang kuat dari Presiden Prabowo dan Wapres Gibran.
“Kalau sistem penjualan kita benahi agar petani untung, maka mereka pasti akan terus menanam. Itu logikanya. Oleh karena itu kami juga dorong hilirisasi agar sistem distribusi dan harga lebih adil bagi petani,” tambahnya.
Berdasarkan taksasi awal 2025, produksi gula diperkirakan mencapai 2,901 juta ton dari luas areal sekitar 538 ribu hektare. Jika mengacu pada rata-rata realisasi 95 persen, maka produksi aktual 2025 diprediksi mencapai 2,75 juta ton, tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Untuk mengakselerasi target swasembada, pemerintah melakukan strategi intensifikasi melalui bongkar ratoon seluas 275 ribu hektare hingga 2027, disertai intervensi benih unggul, perbaikan irigasi, dan pupuk yang tepat sasaran.
Langkah ini akan diperkuat dengan perluasan areal tebu seluas 500 ribu hektare (200 ribu hektare inti dan 300 ribu hektare plasma) serta pembangunan dan reaktivasi 10 unit pabrik gula di Jawa dan luar Jawa.