Penyidik, kata Andi, boleh menyita suatu barang milik orang lain dalam suatu penggeledahan, jika barang tersebut diduga keras diperoleh dari hasil tindak kejahatan. Atau barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak kejahatan dan/atau barang yang disitanya itu ada hubungannya dengan tindak pidana yang sedang diselidikinya. Apabila barang yang disita tidak ada hubungannya dengan tindak pidana yang sedang diselidiki, maka penyidik harus membuat sprindik baru jika barang yang disitanya itu diduga hasil dari kejahatan atau barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak kejahatan.
“Jika barang yang disita oleh penyidik tidak ada hubungan dengan tindak pidana yang diselidikinya, dan penyidik tidak menemukan tindak pidana lain yang ada hubungan dengan barang sitaan itu, maka penyidik berkewajiban untuk mengembalikan barang sitaan tersebut kepada pemilik yang sah. Bukan malah membawanya ke pengadilan dijadikan barang bukti dan dimohonkan dirampas untuk negara,” jelas Andi.
Fakta selama persidangan, beber Andi, JPU tidak dapat membuktikan barang bukti yang dipersoalkan ini merupakan hasil tindak kejahatan yang dilakukan oleh Lisa. “Karena itu majelis hakim sependapat dengan kuasa hukum untuk mengembalikan semua barang bukti yang disita jaksa,” kata Andi.
“Atas dasar hal tersebut, kami menilai, alasan jaksa mengajukan banding tidak relevan dan tidak memiliki dasar hukum,” tandas Andi.
Andi menyatakan, pihak Lisa Rachmat juga mengajukan banding. “Kami mengajukan banding dengan alasan putusan majelis hakim tidak memenuhi unsur Asas Kepastian Hukum, Asas Keadilan dan Asas Manfaat Hukum," katanya.