Feri Amsari Ungkap Fakta Baru Terkait Akun Fufufafa Diduga Milik Gibran

  • Bagikan
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari.

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sorotan kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali datang dari Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari terkait kepemilikan akun Kaskus bernama fufufafa.

Akun yang kerap menuliskan hinaan terhadap sejumlah tokoh politik nasional, salah satunya Prabowo Subianto itu diduga milik Gibran.

Menurut Feri, jika benar Fufufafa itu terkait Gibran, bisa menjadi alasan yang sangat kuat untuk pemakzulan.

"Kalau benar akun Fufufafa itu milik Gibran, maka selesai dia. DPR seharusnya membongkar kebenaran itu,” ujar Feri Amsari, dikutip Senin (30/6/2025).

Feri pun mendorong DPR RI untuk menjalankan fungsi pengawasannya dalam mengusut kepemilikan akun fufufafa yang masih menjadi misteri.

Isu yang berawal dari akun anonim bernama Fufufafa di forum daring Kaskus kini bertransformasi menjadi topik panas yang menyeret konstitusi ke tengah panggung politik nasional.

Sebelumnya, pandangan yang sama juga pernah diutarakan Mahfud MD.

Pakar Hukum Tata Negara itu menyebutkan, jika Fufufafa terkait dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terbukti, maka proses pemakzulan bukan sekadar kemungkinan, tapi bisa menjadi keniscayaan hukum.

“Kalau Fufufafa itu benar terkait Gibran, itu alasan yang sangat kuat untuk pemakzulan. Itu bisa, tetapi tidak mudah,” kata Mahfud.

Menurut Mahfud, langkah awal dimulai dari disposisi pimpinan DPR, lalu dilanjutkan pembahasan melalui komisi atau Badan Legislasi (Baleg).

Setelah itu, harus ada persetujuan dari sidang paripurna DPR. Dan di sinilah tantangan utama muncul jumlah suara.

"Melihat konfigurasi koalisi sekarang, untuk mencapai sepertiga saja susah,” kata Mahfud.

Diketahui, usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka disodorkan Forum Purnawirawan TNI para pensiunan jenderal itu bersurat ke DPR/MPR.

Pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr. Yance Arizona menjelaskan, setiap proses pemakzulan harus berjalan berdasarkan ketentuan konstitusional dan bukan semata-mata didorong oleh opini atau tekanan politik.

Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara dorongan politik simbolik dan mekanisme hukum yang sungguh-sungguh dapat ditempuh.

"Argumen-argumennya juga tidak begitu solid secara hukum. Belum tentu ini memang satu proses hukum yang sedang digulirkan, tapi bisa jadi proses politik yang justru menjadikan spotlight pemberitaan media terarah ke Wakil Presiden Gibran,” terang Yance Arizona.

Yance menjelaskan bahwa MPR bukanlah lembaga yang memulai proses pemakzulan, melainkan institusi yang menjalankan keputusan akhir setelah tahapan-tahapan sebelumnya dilalui.

Menurutnya, pintu masuk proses pemakzulan terletak di DPR bukan MPR. DPR dapat menggunakan hak angket atau langsung mengajukan hak menyatakan pendapat jika terdapat dugaan bahwa Presiden atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan Pasal 7A.

Proses ini melibatkan berbagai lembaga negara dan menuntut adanya kehati-hatian dalam setiap tahapannya. (Pram/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan