Heru Subagia Minta Prabowo Batalkan Koperasi Desa Merah Putih, Alasannya Masuk Akal

  • Bagikan
Heru Subagia

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat politik dan ekonomi, Heru Subagia, menilai laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait realisasi fiskal semester I-2025 sebagai sinyal kuat atas rapuhnya kondisi ekonomi nasional saat ini.

Dalam laporan tersebut, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pendapatan negara hingga pertengahan tahun ini tercatat sebesar Rp1.201 triliun (neto) dan Rp1.451,6 triliun (bruto).

Defisit anggaran pun sudah mencapai Rp204 triliun, yang menurut Heru, merupakan yang terburuk dalam tiga tahun terakhir.

"Ini adalah tamparan keras bagi pemerintah, terutama Sri Mulyani, untuk segera menyatakan bahwa Indonesia memang dalam kondisi tidak baik-baik saja," tegas Heru saat diwawancarai fajar.co.id, Rabu (3/7/2025).

Ketua Kagama Cirebon Raya ini juga menyoroti semakin dalamnya persoalan ekonomi makro yang perlu segera ditangani Presiden Prabowo Subianto.

Ia mempertanyakan efektivitas berbagai program ekonomi Prabowo yang telah berjalan selama hampir tujuh bulan, namun dinilainya belum mampu mendorong pemerataan pendapatan maupun daya beli masyarakat.

"Hal ini didapati bahwa kita saat ini termasuk golongan negara termiskin di dunia. Belum ada juga tanda-tanda pemulihan di sektor yang menyangkut daya beli masyarakat," lanjut Heru.

Heru juga menyinggung fenomena deflasi yang terjadi berulang sepanjang semester pertama 2025, yang menurutnya menjadi bukti bahwa daya beli masyarakat terus melemah.

Ia mendorong agar pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ekonomi, termasuk program-program yang dianggapnya berpotensi memperberat beban fiskal.

Salah satu yang ia sorot secara khusus adalah program koperasi desa atau koperasi merah putih yang didorong pemerintah.

"Bagaimana perasi desa yang saat ini masih menggantung, belum menemukan solusi tentang pembiayaan," imbuhnya.

Heru bilang, skema pendanaannya, yang mengandalkan bank-bank BUMN, justru berpotensi menambah tekanan fiskal.

"Bagaimana sistemnya, dan siapa yang sesungguhnya bertanggungjawab terhadap pendanaan koperasi desa," Heru menuturkan.

"Menurut hemat kami, dengan kondisi negara devisit, juga melihat performa perbankan, sedang tidak baik-baik juga, alangkah baiknya pak Prabowo membatalkan atau menunda sementara kebijakan populis seperti koperasi desa," tandasnya.

Tak hanya itu, ia juga mengkritisi pembentukan holding BUMN, Danantara, yang disebutnya malah memperparah penerimaan negara.

"Sri Mulyani menyatakan ada kehilangan sekitar Rp80 triliun dari deviden yang tidak disetor ke negara. Ini paradoks ketika negara sedang defisit," terangnya.

Dalam pandangannya, kondisi fiskal dan moneter yang lemah saat ini tak hanya berisiko memperdalam krisis ekonomi, tetapi juga dapat memicu instabilitas politik.

Heru pun mendorong pemerintah bersama DPR untuk segera bertindak.

"Langkah tegas sangat diperlukan dalam penggunaan APBN agar efektif dan efisien. Korupsi pun harus diberantas tanpa kompromi karena merusak postur anggaran pembangunan nasional," kuncinya.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan