“PLN itu mitra strategis negara, bukan musuh dalam kebijakan. Kalau Bahlil dan PLN tak akur, yang jadi korban adalah desa-desa yang masih gelap gulita. Jangan jualan narasi desa terang kalau data dasarnya saja tidak jelas,” sambungnya.
Ia menuntut pemerintah segera melakukan audit terbuka terhadap data elektrifikasi desa, melibatkan lembaga independen seperti BPK atau Bappenas. Selain itu, menurutnya, ESDM perlu menerapkan dashboard kinerja digital yang bisa dipantau publik secara real-time.
“Kalau sampai pertengahan 2025, data desa belum sinkron, maka ini bukan lagi kelalaian teknis. Ini adalah pembusukan birokrasi yang tak kunjung dibereskan. Menteri Bahlil harus intropeksi, bukan cuma marah-marah,” tegasnya.
Sebagai penutup, Cottong menegaskan bahwa publik punya hak untuk menuntut akuntabilitas, bukan drama.
“Yang bocor bukan cuma listrik, tapi juga kepemimpinan. Pemerintahan yang sehat itu dibangun dengan sistem, bukan dengan suara keras,” tutupnya.