Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal jadi Kontroversi, Prof Jimly: Kita Harus Biasakan Diri untuk Hormati Putusan Pengadilan

  • Bagikan
Prof Jimly Asshiddiqie
  1. Beban Berlebihan pada Pemilih
    • Pemilih menghadapi lima surat suara dalam satu waktu, dengan pilihan yang kompleks.
    • Hal ini menimbulkan kebingungan, menurunkan kualitas keputusan politik rakyat.
  2. Kematian dan Kelelahan Penyelenggara
    • Di Pemilu 2019, ratusan petugas KPPS meninggal dunia akibat kelelahan bekerja mengelola kotak dan surat suara yang sangat banyak.
  3. Pengaburan Fokus Politik
    • Isu-isu lokal kerap tenggelam oleh hiruk pikuk pemilihan presiden.
    • Parpol cenderung menomorsatukan pencalonan presiden dan legislatif nasional, dan mengabaikan kualitas calon kepala daerah.
  4. Penyelenggaraan Tidak Efisien
    • Banyak logistik menumpuk, waktu rekapitulasi sangat panjang, dan hasil akhir lambat diumumkan.

Bagaimana Skema Pemilu Akan Berubah?

Putusan MK membuka arah baru: pemilu nasional dan lokal dipisah waktunya. Berikut perkiraan skemanya:

Jenis PemiluJadwal Baru Mulai 2029
Presiden, DPR, DPDSekitar Februari 2029
Gubernur, DPRD ProvinsiSekitar pertengahan 2031
Bupati/Wali Kota, DPRD Kab/KotaSekitar pertengahan 2031

Perubahan ini memerlukan revisi terhadap Undang-Undang Pemilu dan Pilkada, yang akan menjadi tugas DPR dan Pemerintah dalam beberapa tahun ke depan.


Masa Transisi: Apa Tantangannya?

Pemilu 2024 tetap berjalan dengan format lama. Namun, masa transisi menuju pemisahan pemilu di 2029 akan menimbulkan beberapa persoalan teknis dan hukum, seperti:

1. Penjabat Kepala Daerah (Pj)

Kepala daerah hasil Pilkada 2024 bisa saja tidak menjabat hingga 2029. Karena Pilkada nasional baru akan digelar di 2031, jabatan mereka bisa berakhir lebih awal. Untuk mengisi kekosongan, pemerintah pusat akan menunjuk Pj gubernur, bupati, atau wali kota.

2. Masa Jabatan DPRD

Anggota DPRD hasil Pemilu 2024 kemungkinan akan menjabat lebih dari 5 tahun, atau sebaliknya dipangkas. Ini akan diatur ulang melalui revisi UU.

3. Beban Keuangan dan Administrasi

Dengan dua pemilu besar dalam waktu berbeda, biaya penyelenggaraan jelas akan naik. Begitu juga dengan kebutuhan logistik, pengamanan, dan tenaga kerja.


Respons Partai Politik: Pro dan Kontra

Putusan MK ini langsung mendapat beragam tanggapan dari partai politik dan masyarakat:

Pihak yang Menolak

Sejumlah elite parpol seperti dari Golkar, PAN, PKB, dan PDIP menyayangkan keputusan ini. Mereka menilai:

  • MK melampaui kewenangannya, karena desain pemilu seharusnya ranah pembuat undang-undang (DPR dan Presiden).
  • Akan terjadi kekacauan dan instabilitas politik jika terlalu banyak penjabat kepala daerah.
  • Biaya pemilu akan membengkak.

Pihak yang Mendukung

Beberapa pengamat, akademisi, dan lembaga seperti Perludem menyambut baik:

  • Memberikan waktu bagi rakyat untuk fokus pada isu nasional dan lokal secara bergantian.
  • Meningkatkan kualitas pemilu dan mendorong partisipasi politik yang lebih substantif.
  • Menurunkan risiko administratif dan kelelahan petugas.

Apa Arti Putusan Ini bagi Demokrasi?

Putusan ini bisa dilihat sebagai momentum perbaikan kualitas demokrasi elektoral Indonesia. Dengan pemisahan waktu pemilu, diharapkan:

  • Rakyat bisa lebih mengenal calon-calon kepala daerah, bukan sekadar ikut gelombang politik nasional.
  • Partai politik bisa lebih fokus pada kaderisasi di tingkat lokal dan nasional.
  • Penyelenggaraan pemilu menjadi lebih terkelola, transparan, dan efisien.

Namun, semua ini akan bergantung pada tindak lanjut pemerintah dan DPR: apakah mampu merumuskan aturan baru secara adil, transparan, dan berpihak pada rakyat.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan