Lebih menyakitkan lagi, banyak guru honorer R3 yang sebenarnya tidak layak masuk database BKN tapi justru bernasib lebih baik karena terdata dalam database BKN. Salah satu alasannya karena bisa mendapatkan SK gubernur. SK itu dengan mudah diperoleh karena ada orang dalam (ordal).
Menurut Redissa, hal ini sangat melukai R4 karena banyak di antaranya yang masa kerjanya lebih dari dua tahun. Sementara, kebijakan pemerintah berupa KepmenPAN-RB 16 Tahun 2025, yang bisa diberikan NIP PPPK hanya honorer database BKN.
"Tolong Ibu Pimpinan Komisi 10, selamatkan kami. Kami tidak masuk database BKN karena tidak punya ordal," katanya terisak.
Redissa menceritakan kondisi di lapangan bahwa R4 sering melaksanakan tugas guru aparatur sipil negara (ASN). Padahal, gajinya Rp300 ribu per bulan. Itu pun bukan setiap hari ada jamnya, bahkan mereka dikasih dalam sebulan hanya 1-2 jam.
"Saya dikasi pekerjaan menjadi pembina OSIS dan itu tidak ada honornya, malah honor saya yang hanya puluhan ribu itu suka saya berikan tambahan untuk membantu kegiatan siswa," ratap Redissa.
Dia pun meminta dukungan Komisi X DPR RI untuk memperjuangkan R4 bisa diangkat ASN PPPK. Itu karena pemerintah sudah menetapkan honorer hanya ada di 2025. Tahun depan, honorer atau tenaga non-ASN tidak ada lagi.
"Tidak apa-apa kami diangkat menjadi guru PPPK. Tolong Ibu pimpinan, perjuangkan kami," kata Redissa.
Pimpinan Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati yang memimpin RDPU pun ikut terharu mendengar ratapan Redissa. "Saya bisa merasakannya karena dahulu saya juga guru honorer," ucap MY Esti. (fajar)