Vonis Tom Lembong, Pakar Hukum Trisakti Nilai Pertimbangan Hukum Keliru

  • Bagikan
Thomas Lembong (tengah) mengikuti sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/3/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Vonis yang dijatuhkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), dalam kasus dugaan korupsoi impor gula menuai banyak respons.

Diketahui, mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong dijatuhi hukuman pencara 4,5 tahun oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat akhir pekan lalu.

Vonis itu lantas menuai kritik terutama dari pakar hukum. Mereka menilai, putusan hakim dalam kasus tersebut tidak sesuai prinsip-prinsip dasar hukum pidana.

Penilaian ini salah satunya disampaikan Pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Albert Aries. Dia menilai pertimbangan hukum dalam putusan tersebut keliru dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum pidana.

“Perbuatan Tom Lembong memberikan persetujuan impor gula yang dianggap melawan hukum dan memperkaya orang lain, misalnya karena melanggar ketentuan Permendag, jelas tidak boleh dipidana, kecuali jika perbuatan itu dilakukan dengan elemen kesengajaan,” kata Albert Aries kepada wartawan, Minggu (20/7).

Ia menambahkan, pertimbangan hukum dari hakim yang seolah-olah menyiratkan adanya elemen kelalaian dari Tom Lembong, adalah pertimbangan yang tidak berdasar dan dapat dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi.

Menurutnya, pandangan tersebut juga telah ditegaskan dalam Pasal 36 ayat 2 KUHP baru, yang menyatakan bahwa perbuatan yang dapat dipidana merupakan tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja, sedangkan tindak pidana yang dilakukan karena kealpaan hanya dapat dipidana jika secara tegas ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Ia menekankan, ini merupakan prinsip penting yang sering diabaikan dalam penegakan hukum pidana korupsi.

Albert Aries juga menyoroti dua pertimbangan Hakim yang menilai bahwa tindakan Tom Lembong yang memberikan persetujuan impor Gula Kristal Mentah (GKM) untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP) oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) merupakan bentuk ketidakcermatan.

“Pemberian persetujuan impor GKM dalam rangka penugasan kepada PT PPI merupakan bentuk ketidakcermatan terdakwa sebagai Menteri Perdagangan dalam menyikapi kondisi kekurangan ketersediaan gula dan harga gula yang tinggi sejak awal tahun 2016,” bunyi salah satu pertimbangan majelis hakim.

Lebih lanjut, hakim juga menyoroti tidak adanya pemeriksaan dan evaluasi atas pelaksanaan operasi pasar gula oleh koperasi Inkopkar yang dilakukan sebelumnya.

“Menimbang bahwa, sama dengan pemberian persetujuan dilakukan operasi pasar dan persetujuan perpanjangan waktu operasi gula oleh Inkopkar, sekaligus persetujuan pengadaan GKM guna keperluan operasi pasar sebelumnya, terdakwa sebagai Menteri Perdagangan tidak melakukan pemeriksaan dan evaluasi atas pelaksanaan operasi pasar yang telah dilakukan oleh Inkopkar,” lanjutnya.

Dua pertimbangan tersebut, menurut Albert Aries, menggambarkan bahwa hakim menilai tindakan Tom Lembong sebagai bentuk kelalaian, bukan kesengajaan.

Padahal dalam konteks hukum pidana, khususnya dalam perkara korupsi berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, unsur kesalahan harus berbentuk kesengajaan, bukan kelalaian, kecuali kelalaian itu disebut secara eksplisit dalam rumusan delik.

“Padahal, menurut asas hukum pidana, meskipun unsur ‘kesengajaan’ tidak dirumuskan secara tegas dalam Pasal 2 & Pasal 3 UU Tipikor, namun kedua delik tersebut harus dianggap dilakukan dengan elemen kesengajaan, dan elemen itu harus dibuktikan secara beyond reasonable doubt, sebagai unsur subjektif dari delik yang didakwakan,” jelas Albert.

Ia menegaskan jika pembuat undang-undang Tipikor memang bermaksud memasukkan unsur kelalaian ke dalam Pasal 2 atau 3, maka hal itu seharusnya disebutkan secara eksplisit dalam teks undang-undang.

“Kalau tidak, maka penafsirannya harus tunduk pada prinsip hukum pidana yang mengharuskan unsur kesengajaan. Oleh karena itu, putusan ini berpotensi menimbulkan preseden berbahaya terhadap kriminalisasi pejabat publik atas tindakan administratif yang tidak disengaja,” tegasnya.

Sebelumnya, mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (18/7). Tom Lembong terbukti bersalah melakukan korupsi impor gula yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar.

"Menyatakan terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam dakwaan primer," kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika saat membacakan vonis.

Selain hukuman badan, Tom Lembong juga dijatuhkan hukuman denda Rp 750 juta apabila tidak dibayarkan diganti dengan hukuman kurungan 6 bulan penjara. "Pidana denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar Hakim.

Dalam menjatuhkan putusan, Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan, terdakwa saat menjadi Menteri Perdagangan terkesan lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dibandingkan dengan sistem ekonomi demokrasi.

"Hal meringankan, belum pernah dihukum, tidak menikmati hasil korupsi yang dilakukan, bersikap sopan dan tidak mempersulit persidangan, ada uang yang dititipkan pada saat proses penyidikan," tegas Hakim.

Tom Lembong terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan