FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dedy Nur Palakka menyampaikan terima kasihnya ke Saidiman Ahmad.
Ucapannya terima kasih ini dilakukan karena pandangan dan respons baik Saidiman Ahmad atas gerakan yang dilakukan PSI saat ini.
Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Dedy Nur menyampikan ucapan terima kasihnya karena ulasan tersebut.
“Terimakasih bang @saidiman atas ulasan yang menarik ini, sebagai Kader PSI akar rumput saya benar-benar menikmati proses demokratisasi internal yang terbuka dan mudah di akses dan suara saya walaupun satu tetap berarti,” tulisnya dikutip Rabu (23/7/2025).
“Hidup @psi_id ✊,” ujarnya.
Sebelumnya, Peneliti Saiful Mujanni Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad menyebut ada perubahan fundamental di tubuh PSI.
“PERUBAHAN FUNDAMENTAL PSI
Pada kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 2025 ini, ada dua peristiwa yang mungkin menjadi perbincangan publik. Pertama adalah perubahan logo partai dari bunga mawar merekah menjadi gajah yang menaikkan belalai.
Kedua adalah pernyataan dukungan yang sangat eksplisit dari mantan presiden Joko Widodo pada PSI. Pernyataan dukungan penuh itu juga sekaligus adalah pengakuan langsung bahwa Jokowi sudah bergabung dengan atau menjadi bagian dari PSI.
"Selain perubahan logo dan bergabungnya Jokowi ke PSI, ada dua peristiwan lain dalam kongres 2025 yang lebih fundamental. Saya lebih tertarik bahas ini.,” tulisnya dicuitan akun X pribadinya.
Ada poin penting dari perubahan fundamental ini. Seperti sistem pemilihan Ketua Umum Partai yang melibatkan semua anggota.
Ditambah lagi eksperimentasi demokrasi langsung di internal partai ini berhasil dan konsisten
“Pertama adalah pemilihan langsung melalui sistem e-voting. Inisiatif e-voting dengan menerapkan sistem pemilihan langsung yang melibatkan semua anggota adalah eksperimen demokrasi internal partai yang sangat baik di tengah mandegnya demokratisasi umumnya partai di Indonesia. Belum ada partai yang melakukan ini,” sebutnya.
“Dalam pemilihan langsung ini, hampir 180 ribu anggota partai mendaftar. 84 persen di antaranya menggunakan hak pilihnya. Kaesang Pangarep, incumbent, terpilih kembali dengan dukungan suara sekitar 65 persen. Dua calon lain berbagi suara sekitar 35 persen,” tambahnya.
“Jika eksperimentasi demokrasi langsung di internal partai ini berhasil dan konsisten, bukan tidak mungkin ini akan menjadi awal bagi perubahan sistem kepartaian secara lebih luas di Indonesia. Semoga,” lanjutnya.
Hal inilah yang membuat PSI berbeda dengan partai-partai lain saat ini. Dimana, terletak di pemilihan langsung.
“Selama ini, semua partai terjerat dalam lingkaran kekuasaan elit (biasa disebut oligarki). Sistem pemilihan langsung yang dilakukan secara online memberi kesempatan pada siapa saja untuk bertarung dalam pemilihan ketua umum. Siapa pun yang berhasil mendapatkan simpati anggota akan bisa memenangkan pemilihan,” jelasnya.
“Selain itu, melibatkan setiap anggota untuk menentukan pemimpinnya secara langsung bisa menumbuhkan partisipasi politik anggota partai. Sejarah demokrasi menunjukkan bahwa warga yang diberi wewenang menentukan pilihan akan berkembang menjadi pemilih yang semakin rasional. Pilihan mereka bisa salah atau tidak ideal, tapi mereka akan terus belajar dari pengalaman dan akhirnya akan memilih yang terbaik dari yang ada. Dari sana, melalui tradisi reward and punishment, partai akan berkembang menjadi lebih baik. Demikianlah pengalaman warga yang hidup dan terlibat dalam sistem demokrasi,” ungkapnya.
Selain itu, adanya perubahan di AD ART terkait komposisi dewan pembina juga disebutnya sebagai sesuatu yang menarik.
“Selain itu, perubahan AD ART terkait komposisi dewan pembina juga menarik. Lima orang yang duduk di dewan pembina terdiri dari dua pengurus DPP (Ketua Umum dan Sekertaris Jenderal), dua dari unsur dewan pendiri, dan satu dari pengurus wilayah. Artinya mayoritas (tiga) dari lima dewan pembina secara tidak langsung ada figur yang berasal dari pilihan demokratis anggota partai. Perubahan komposisi dewan pembina ini mengurangi secara signifikan kekuasaan dewan pendiri yang sebelumnya sangat dominan dalam struktur dewan pendiri yang nota bene tak tergantikan,” paparnya.
“Rupanya PSI mendengar dan mengakomodir kritik dan masukan yang selama ini banyak menyoroti kekuasaan dewan pembina yang terlalu dominan bahkan memiliki kekuasaan absolut. Struktur baru ini membuat partai menjadi lebih demokratis di mana anggota memiliki kekuasaan yang lebih besar,” tuturnya.
Ada-adanya perubahan tersebut, yang disebut oleh Saidiman sebagai perubahan yang fundamental di tubuh PSI saat ini.
“Perubahan sistem pemilihan ketua umum dan struktur dewan pembina, menurut saya, sangat fundamental. Di luar dari kontroversi pilihan atau keputusan politik PSI beberapa waktu terakhir, kali ini PSI berhasil sedikit memberi harapan,” tegasnya.
“Terlepas dari siapa pun yang terpilih dan duduk di DPP dan dewan pembina PSI, semoga sistem baru ini berjalan konsisten dan mendorong perubahan yang lebih luas bagi sistem kepartaian secara menyeluruh di Indonesia,” terangnya.
“Selamat untuk PSI. Pertahankan sistem baik ini. Jangan mundur lagi,” pungkasnya.
(Erfyansyah/fajar)