FAJAR.CO.ID –- Dunia maya mendadak heboh dengan istilah “Kendari 1 vs 7”. Warganet yang penasaran pada video ini beramai-ramai mencari informasi viral ini di berbagai platform media sosial seperti TikTok dan X.
Tidak sedikit yang tergoda untuk mencari tahu arti apa arti sebenarnya dari istilah “Kendari 1 vs 7” yang viral itu. Bahkan, banyak yang menganggapnya sekadar tren atau tantangan online yang sedang populer.
Padahal, di balik viralnya kata kunci “Kendari 1 vs 7” itu, ada bahaya yang mengancam pengguna gawai digital. Kata kunci itu dapat menyimpan ancaman digital yang sangat berbahaya.
Lantas, banyak yang bertanya, apa sebenarnya maksud dari istilah “Kendari 1 vs 7” yang viral di media sosial? Dan mengapa masyarakat perlu berhati-hati sebelum mengklik atau menyebarkannya?
Diduga Terkait Konten Dewasa Ilegal
Berdasarkan penelusuran dan laporan dari berbagai komunitas digital, istilah “Kendari 1 vs 7” merujuk pada konten eksplisit yang tidak pantas dan melanggar norma kesusilaan maupun hukum.
Istilah ini digunakan sebagai kode oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan video tidak senonoh yang diduga melibatkan satu perempuan dan tujuh laki-laki dalam konteks seksual.
Konten video yang tersebar dengan kata kunci “Kendari 1 vs 7” seperti ini bukan hanya tidak etis. Video tersebut juga dapat dikategorikan sebagai bentuk eksploitasi seksual dan pelanggaran hukum.
Penyebarannya, baik disengaja maupun karena penasaran, berpotensi menimbulkan efek domino negatif di ruang digital.
Bahaya Klik Link Viral Tanpa Verifikasi
Media sosial mulai disesaki dengan utas atau tautan alias link sampah yang beredar menggunakan kata kunci “Kendari 1 vs 7” sebagai umpan klik.
Bila pengguna teknologi digital atau gawai tidak bijak menganalisis tautan tersebut, justru dapat menjadi jebakan phising. Kata kunci yang ternyata berisi link itu
tidak mengarahkan ke video viral, melainkan ke situs mencurigakan yang mengandung malware, phishing, atau spyware.
Jadi, bermedia sosial atau bermedsos harus bijak agar tidak menjadi korban penipuan. Sebab, sekali klik, pengguna bisa saja kehilangan data pribadi, dibajak akses login media sosialnya, atau bahkan tertarik ke jaringan distribusi konten ilegal.
Jangan asal klik karena penasaran. Interaksi seperti membuka, menyukai, atau membagikan konten viral berbahaya dapat memperkuat algoritma penyebaran dan menyasar pengguna lain yang tidak tahu-menahu.
Stop Sebarkan!
Fenomena semacam ini mengajarkan bahwa tidak semua konten viral layak ditelusuri.
Alih-alih mencari tahu atau membagikan ulang, sebaiknya laporkan akun yang menyebarkan informasi berbahaya tersebut kepada platform terkait.
Pakar keamanan siber juga mengingatkan bahwa keterlibatan pasif, seperti pencarian kata kunci atau mengunjungi link mencurigakan, dapat membuat pengguna terjebak dalam pelanggaran digital.
Termasuk pelanggaran UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi. (*)