FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Menyebut bahwa 98 persen kampus di Indonesia tercatat mengantongi praktik menyontek, Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menuai cibiran.
Seperti diketahui, Setyo blak-blakan mengatakan hal tersebut saat hadir dalam acara sosialisasi penguatan Pendidikan Integritas Perguruan Tinggi Negeri (PIPTN) dan pengendalian gratifikasi di Universitas Brawijaya, Senin (21/7/2025), kemarin.
Tidak sedikit yang bilang, KPK saat ini telah dijadikan alat kekuasaan untuk mematikan kritik sosial dan melemahkan oposisi lewat senjata korupsi dengan sistem tebang pilih.
Pegiat Medsos, Jhon Sitorus, mengatakan bahwa salah satu tugas KPK memang berperan di bagian pencegahan korupsi dini (preventif).
"Tetapi, menyalahkan (kampus) sepenuhnya sebagai bibit korupsi juga tidak bisa dibenarkan, belum ada penelitian yang memvalidasi hal tersebut," kata Jhon kepada fajar.co.id, Rabu (23/7/2025).
Dikatakan Jhon, justru yang disaksikan publik saat ini KPK tidak lagi sesuai dengan peruntukannya dalam memberantas korupsi. "Kita tak lagi melihat KPK seperti era Bu Mega dan pak SBY," sesalnya.
Ia pun turut membenarkan bahwa KPK terkesan dijadikan alat politik untuk mengkriminalisasi lawan politik penguasa.
"Apalagi KPK semakin diperlemah kekuatannya oleh UU KPK terbaru, kasus-kasus yang ditangani hanya kelas receh saja," Jhon menuturkan.
Jhon bilang, saat ini KPK tidak lebih dari sekadar pajangan negara. Di sisi lain perilaku korupsi terus tumbuh subur.
"Korupsi makin subur, bukan malah berkurang. KPK gagal memberantas korupsi karena tebang pilih," kuncinya.
Sebelumnya, Palti Hutabarat mengatakan, mestinya KPK melakukan intropeksi diri mengenai kinerjanya dalam memberantas kasus korupsi.
"KPK seharusnya bercermin sudah sejauh mana pemberantasan korupsi yang mereka lakukan," kaya Palti kepada fajar.co.id, Rabu (23/7/2025).
Dikatakan Palti, KPK tidak elok blak-blakan bicara mengenai keburukan instansi lain yang tidak memiliki kaitan dengan pemberantasan korupsi.
"Bukan membicarakan borok instansi lain yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan pemberantasan korupsi," cetusnya.
Ia kemudian mempertanyakan KPK dalam mengerjakan kasus dugaan korupsi, apakah masih menghormati peraturan hukum dan mengedepankan due proses of law.
"Mengedepankan Hak Asasi Manusia? Atau hanya jadi alat politik pemberantasan musuh politik?," Palti menuturkan.
Palti bilang, budaya melanggar peraturan selama ini dilanggengkan di KPK demi pesanan politik.
"Kok ngomong soal contek mencontek di kampus, ga ada gunanya," sesalnya.
Menurut Palti, KPK memang sudah terbiasa membuat dirinya sebagai lembaga superboy, lebih benar dibandingkan lembaga lain.
"Memang kebiasaan KPK ini sudah merasa lembaga superbody sehingga merasa sebagai lembaga yang paling benar, padahal sudah banyak menyimpang," kuncinya. (Muhsin/fajar)