FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Vonis 4 tahun 6 bulan yang diterima mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, masih terus ramai diperbincangkan beberapa hari terakhir ini.
Seperti diketahui, vonis terhadap Tom Lembong resmi dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika saat di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025) malam kemarin.
Tidak sedikit yang merasa kecewa dengan putusan tersebut, bahkan seorang sahabat Tom, Anies Baswedan mengakui hal tersebut.
Sementara itu, Geizs Chalifah, yang juga selalu hadir dalam setiap persidangan menduga kuat bahwa vonis terhadap Tom telah dipersiapkan sejak jauh hari.
Menanggapi riak-riak tersebut, Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, memberikan pandangannya.
Saat hadir dalam diskusi 'Rakyat Bersuara' I News TV yang dipimpin Aiman Wicaksono, Feri menyinggung pernyataan majelis hakim.
Seperti diketahui, Majelis hakim menegaskan bahwa dalam hal ini Tom tidak memiliki niat jahat. Ia juga tidak menerima keuntungan secara pribadi.
Hanya saja, Tim divonis 4 tahun 6 bulan penjara karena dianggap merugikan negara Rp194,72 miliar.
"Sekarang bayangkan, hakim sendiri mengatakan tidak ada niat jahat. Mas Aiman tahu nda artinya dalam konsep hukum pidana, tidak ada niat jahat? Tidak ada pidana," kata Feri dikutip pada Rabu (23/7/2025).
"Actua Reus, tindakan atau perbuatan jahat bisa ada, tapi kalau niat jahat tidak ada, nggak ada pidana," tambah Feri.
Merasa ada yang mencurigakan, Feri meminta pihak yang tidak sepakat dengannya agar mencoba belajar ilmu hukum pidana lebih dalam.
"Silakan belajar hukum pidana dari Indonesia, Sabang sampai Merauke, dari tanah air sampai ke luar negeri, soal mens rea kalau tidak tidak terbukti, tidak ada niat jahat," tukasnya.
Kata Feri, jika pemangku kebijakan ingin mempertontonkan kebohongan publik, maka itu bisa saja terjadi.
"Kecuali ibu bapak sekalian sedang menipu peradaban hukum. Ikut terlibat dalam political show ini, political trial ini," terangnya.
Ia kemudian mengingatkan Pasal 28 D ayat 1 UUD, menegaskan, setiap orang dijamin dilindungi untuk mendapatkan perlakuan hukum yang adil.
"Ingat, di UUD itu eksplisit bunyinya. Saya pikir kita sedang bercanda dengan hukum. Kalau kemudian ini digunakan hanya sekadar untuk menghajar oposan," tandasnya.
Feri bilang, secara pribadi ia kemungkinan memiliki rasa tidak suka dengan orang politik tertentu, namun jika ingin menjatuhkan oposisi, itu sudah menjadi kesalahan besar dalam demokrasi.
"Saya mungkin tidak suka dengan orang politik tertentu, tapi kalau membantai orang politik hanya untuk menjatuhkan oposisi, merusak pola demokrasi, ini dampaknya akan jauh lebih besar," kuncinya.
(Muhsin/fajar)