FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Dijatuhi vonis 4 tahun 6 bulan, mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, mengaku mengalami banyak kebaikan yang dia dapatkan selama proses hukum berjalan.
"Begitu banyak kebaikan yang saya alami sepanjang pengalaman buruk ini," kata Tom di X pribadinya @tomlembong (24/7/2025).
Dikatakan Tom, kepercayaan masyarakat terhadap dirinya membuatnya semakin percaya mengenai Indonesia.
"Membuat saya semakin yakin pada yang sudah saya percayai dari dulu, yaitu bahwa Bangsa Indonesia itu sebenarnya Bangsa yang terbaik di dunia," tandasnya.
Ia tidak lupa mengucapkan rasa terimakasihnya kepada simpatisan, termasuk sahabat-sahabatnya seperti Anies Baswedan, Said Didu, Refly Harun, dan lain-lain.
"Terima kasih yang tak terhingga atas dukungan dan pesan-pesan menyemangati yang luar biasa dari Ibu-Bapak semuanya," kuncinya.
Untuk diketahui, akun Medsos Tom untuk sementara ini dikelola oleh tim atas arahan sang mantan Menteri Perdagangan melalui kuasa hukumnya
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Prof Mahfud MD menegaskan bahwa vonis terhadap Tom keliru setelah mengikuti seluruh isi persidangan.
"Menurut saya vonis itu salah,” ujar Mahfud dalam keterangannya (23/7/2025).
Dikatakan Mahfud, sebagaimana yang diperdebatkan belakangan ini, tidak ditemukan adanya niat jahat dalam tindakan yang dilakukan Tom.
“Untuk menghukum seseorang, selain actus reus masih harus ada mens rea atau niat jahat," ucapnya.
"Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea,” tambah Mahfud.
Berkaca pada persidangan yang telah berlalu, mantan Menkopolhukam ini menuturkan bahwa saat itu Tom hanya melaksanakan perintah Jokowi selaku Presiden.
“Dia hanya melaksanakan tugas administratif dari atas,” sesalnya.
Tidak berhenti di situ, mengenai penunjukan koperasi milik TNI-Polri, Mahfud mengatakan bahwa itu hanya bagian dari instruksi Presiden.
Dibeberkan Mahfud, pernyataan itu divalidasi oleh mantan Ketua Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) Mayjen (Purn) Felix Hutabarat.
Dalam persidangan, Felix bercerita bahwa dirinya mendapat perintah dari Kepala Staf Angkatan Darat saat itu, Jenderal (Purn) Mulyono. Dan, ujungnya merupakan arahan dari Jokowi.
“Kelemahan lain, perhitungan kerugian negara yang resmi dibuat oleh BPKP dinilai tidak benar sehingga majelis hakim membuat hitungan dengan matematikanya sendiri,” Mahfud menuturkan.
Jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menegaskan bahwa pendekatan yang tidak logis seperti itu membahayakan penegakan hukum.
"Lucu bahwa salah satu yang memberatkan Tom Lembong adalah membuat kebijakan yang kapitalistik. Tampaknya hakim tak paham bedanya ide dan norma,” kuncinya. (Muhsin/Fajar)