FAJAR.CO.ID -- Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiono Suwadi blak-blakan soal alasan mengapa Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong lebih dahulu dibidik pada kasus korupsi impor gula. Ternyata, penyidikan juga menggunakan kalkulasi politik sebagai bagian dari strategi penyidikan.
Pujiono Suwadi membeberkan hitung-hitungan dalam penyidikan kasus korupsi impor gula dengan terdakwa Tom Lembong saat menjadi narasumber program Rakyat Bersuara di YouTube iNews Official yang tayang pada Selasa, 22 Juli 2025. Acara ini dipandu Aiman Witjaksono.
Pujiono menyebut Kejaksaan sempat mempertimbangkan risiko besar apabila seluruh tokoh politik yang diduga terlibat langsung diusut secara bersamaan. Pertimbangannya, mengingat besarnya pengaruh dan dukungan politik para pihak tersebut.
Para pihak yang disebut terseret kasus dugaan korupsi impor gula itu memiliki banyak pendukung, sehingga dapat menjadi hambatan penyelidikan
"Bahwa kenapa kemudian Tom Lembong dahulu, barrier ini begitu banyak. Ketika kemudian diusut semuanya, mungkin harapan kita juga sama. Maka ini akan clear, tak ada kriminalisasi, tak ada politisasi segala macam," tuturnya.
Di sisi lain, Pujiono menyebut penanganan kasus dengan memeriksa semua pihak sekaligus, justru memiliki potensi risiko lebih besar. Hal itu terutama karena banyak yang merupakan figur politik dengan pengaruh dan basis pendukung yang kuat.
Pertimbangan dukungan politik ini, menurutnya, turut menjadi pertimbangan teknis dalam proses penanganan perkara.
"Ketika diusut semuanya justru risiko ini yang kemudian dihitung Kejaksaan justru semakin besar, semuanya itu kan tokoh politik, punya pendukung," tukasnya.
Aiman sebagai pemandu acara sempat menyela penjelasan Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiono Suwadi mengenai hitung-hitungan politik dalam pengusutan sebuah kasus.
"Saya orang awam hukum, tetapi berikan pemahaman kepada saya bahwa ketika bicara proses hukum, maka harus menghitung risiko politik?," pinta Aiman.
Pertanyaan Aiman itu langsung dijawab oleh Pujiono, "Makanya itu diurutkan. Itu kan bagian dari strategi penyidikan. Itu bagian dari strategi penyidikan," katanya.
"Ini hal yang baru bagi saya," timpal Aiman.
"Ya, strategi penyidikan itu kan dilakukan. Bukan hal baru menurut saya," katanya.
Pujiono menegaskan, sejak awal penanganan perkara itu, Komisi Kejaksaan telah memberikan sejumlah masukan kepada Kejaksaan Agung untuk memastikan bahwa prosesnya berjalan sesuai koridor hukum.
"Sehingga dalam informasi yang kita terima, termasuk ketakutan soal politisasi, kriminalisasi, segala macam itu, jawaban dari Kejaksaan clear: murni penegakan hukum," kata Pujiono.
Perihal itu, Pujiono menjelaskan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus ini telah dimulai sejak Juni 2023, jauh sebelum isu politisasi mencuat ke publik, dan dilakukan secara sistematis dan profesional.
"Khususnya yang kontra, termasuk soal kriminalisasi, politisasi segala macam. Oh ini murni penegakan hukum karena proses penyelidikan sudah dimulai sejak Juni 2023 dan penyidikan juga dimulai sejak Juni 2023," tegasnya.
Pujiono kemudian memaparkan Komisi Kejaksaan sejak awal juga telah mendorong agar Kejaksaan memeriksa pihak-pihak lain yang terlibat, tidak hanya Tom Lembong.
Bahkan, lanjutnya, beberapa menteri lain pun disebut telah dipanggil untuk dimintai keterangan.
"Makanya kemudian sejak awal case ini kita sampaikan, termasuk ketika Tom Lembong ditetapkan tersangka, kita sampaikan menteri yang lain dipanggil juga. Kemudian yang sudah terperiksa Rahmat Gobel, terus dari hasil penyelidikan juga sudah dari Enggar," terangnya.
Vonis Tom Lembong
Sebelumnya, Tom Lembong divonis hukuman penjara. Hakim menyatakan Tom bersalah dalam kasus korupsi kegiatan impor gula di Kementerian Perdagangan RI.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana," ujar ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/7).
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan," ujar hakim.
Hakim menyatakan Tom Lembong bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hakim menyatakan tidak ada hal pemaaf ataupun pembenar dalam perbuatan Tom selaku terdakwa.
Tom dibebankan membayar denda Rp 750 juta. Jika tak dibayar, diganti 6 bulan kurungan. (*)