Ia mengatakan, dengan seleksi sekolah kedinasan yang ketat, peserta perlu membayar biaya pendidikan tinggi kedinasannya setelah dinyatakan diterima menjadi mahasiswa atau taruna.
Kemudian setelah rampung studi, lulusan sekolah kedinasan menurutnya perlu tetap mendaftar CPNS seperti lulusan kampus lainnya.
"Pada saat mereka ikut CPNS ya ikut kompetisi seleksi CPNS, ini akan keren. Seperti itu, sehingga tidak ada eksklusivisme yang ada di situ," ucapnya.
Ia menekankan, usul sekolah kedinasan tidak gratis ini didasarkan pada keadaan anggaran pendidikan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) wajib mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan minimal 20%.
Namun saat ini, anggaran pendidikan terpecah-pecah di berbagai kementerian/lembaga selain Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek). Anggaran ini salah satunya digunakan untuk penyelenggaraan sekolah kedinasan.
"Kita bicara di komisi ini selalu mandatory spending 20%, tapi apa (masalah) konkret yang akan kita diskusikan? Menurut saya, sekolah kementerian bebas harus membayar sendiri masyarakatnya," ucapnya.
Juliyatmono menggarisbawahi, usulannya tetap perlu kajian mendalam sebelum diputuskan.
"Ini sebuah gagasan, bagaimana tanggapannya akan perlu kajian mendalam hingga semua akan menerima dengan baik pada saatnya nanti," tutupnya. (bs-sam/fajar)