FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Kasipenkum Kejati Sulsel, Soetarmi, mengatakan bahwa pihaknya saat ini telah memeriksa puluhan saksi mengenai dugaan korupsi dalam proyek revitalisasi Universitas Negeri Makassar (UNM) dengan anggaran Rp 87 miliar.
Hal ini diungkapkan Soetarmi setelah massa aksi menggeruduk kantornya dalam rangka mempertanyakan perkembangan kasus tersebut.
"Yang jelas sudah puluhan saksi yang kita periksa dalam perkara ini. Proses sementara jalan, tidak mudah memang dalam menetapkan tersangka," kata Soetarmi, Kamis (24/7/2025).
Dikatakan Soetarmi, pihaknya saat ini masih terus melakukan penyelidikan, mencari dugaan korupsinya seperti apa.
"Kami mencari korupsinya di mana ini barang? Kita baru menggali. Apakah di pengadaannya, kekurangan volumenya, ini sementara kita dalami," ucapnya.
Lebih lanjut, Soetarmi menuturkan bahwa Kejati Sulsel akan menggandeng ahli untuk mengetahui kualitas bangunan yang dianggap bersoal tersebut.
"Jadi dalam proses penanganan perkara, baru nanti kita minta keterangan ahli. Kita bukan ahli yang mengetahui kualitas bangunan," tukas Soetarmi.
"Dalam pengadaan yang terpasang ini, misalnya besinya, apa masalahnya. Kita cari keterangan ahli dulu, dari teknik mungkin," sambung dia.
Soetarmi bilang, pihak Kejaksaan tidak bisa serta-merta melakukan penetapan tersangka karena harus mengantongi juga keterangan ahli hingga hasil audit.
"Kita juga menyampaikan ke inspektorat apakah ada kerugian negara di sini, karena bukan kejaksaan yang menentukan kerugian. Tapi ada namanya auditor. Itulah yang menjadi kendala kita," kuncinya.
Sebelumnya, PSMPI resmi melaporkan Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Karta Jayadi, ke Polda Sulsel dan Kejaksaan Tinggi Sulsel atas dugaan penyimpangan anggaran dan penyalahgunaan wewenang.
Laporan resmi masuk ke Polda Sulsel dengan nomor 0322/LAP/DPW-PSMT/VI/2025. Kemudian, laporan serupa diserahkan ke Kejati Sulsel dengan nomor 0323/LAP/DPW-PSMT/VI/2025.
Berdasarkan informasi yang didapatkan fajar.co.id, laporan tersebut menyusul temuan potensi kerugian negara dalam penggunaan dana Percepatan Reformasi Perguruan Tinggi Negeri (PRPTN) senilai Rp87 miliar dari Kemendikbudristek.
Ketua PSMPI Ikhsan Arifin menjelaskan, penyimpangan pertama terletak pada pengangkatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dinilai tidak kompeten.
"Rektor mengangkat PPK sebelum yang bersangkutan mendapat sertifikat kompetensi. Nanti setelah berjalan sebagai PPK, baru dapat sertifikat. Artinya terjadi kesalahan prosedural," kata Ikhsan kepada awak media.
Lebih lanjut, organisasi ini menuding adanya praktik mark-up anggaran dalam beberapa proyek.
Pertama, pembangunan laboratorium senilai Rp4,5 miliar yang seharusnya melalui mekanisme tender, bukan e-katalog.
Kedua, pengadaan 75 unit komputer Acer Veriton M Core i7 dengan selisih harga Rp7 juta per unit, total potensi kerugian Rp547 juta.
Ketiga, pembelian 20 unit smart board seharga Rp216 juta per unit, padahal harga pasar maksimal Rp100 juta, total kerugian Rp2,3 miliar.
Menanggapi laporan tersebut, Rektor UNM Karta Jayadi menyatakan kesediaannya untuk kooperatif.
"Kami kan pihak yang dilaporkan. Ini langkah yang bagus biar tidak simpang siur ini berita. Koridor APH menjadi yang terbaik," kata Karta kepada awak media.
Ia menegaskan kampusnya telah membentuk tim hukum dan siap memberikan klarifikasi lengkap.
"UNM selalu siap untuk semuanya. Insyaallah," tambah Karta.
Tidak berhenti di situ, orang nomor satu di UNM ini mengatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak menyampaikan pendapatnya.
"Ini negara demokrasi, itu juga kan setiap orang bisa memberi penilaian. Silakan," imbuhnya.
Ia kemudian memberikan gambaran, meskipun mengetahui duduk perkaranya, tapi orang lain melihat berbeda, bukan sebuah masalah.
"Meski saya faham betul jika itu warna hijau, tapi jika orang lain melihatnya warna biru, ya silakan," Karta menuturkan.
"Tidak ada gunanya saya menjelaskan kehijauan itu karena orang melihatnya biru. Makanya sudah benar dilapor untuk diproses hukum sesuai UU yang berlaku. Biar hukum yang memberi penilaian itu hijau atau biru," tandasnya.
(Muhsin/fajar)