FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) belakangan ini getol menyuarakan agar status mereka dialihkan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Salah satu alasannya karena para PPPK tersebut melihat adanya kesenjangan yang sangat mencolok antara PPPK dengan PNS. Belum lagi kesenjangan antara PPPK dari honorer K2 dan non-K2.
Adanya revisi Undang-undang No 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sementara digodok DPR RI, dianggap menjadi peluang bago PPPK untuk menyuarakan nasib agar pemerintah mengalihkan status mereka menjadi PNS.
Di kalangan PPPK sendiri saat ini, terjadi polemik PPPK dari honorer K2 dan non-K2, dimana harus diperhitungkan masa kerjanya. Perhitungan masa kerja ini akan membuat gaji tidak seragam.
Sekretaris Jenderal Forum PPPK Bogor, Deni Sukmajaya mengatakan perhitungan masa kerja untuk PPPK harus diberlakukan tidak hanya untuk honorer K2.
"Seharusnya kalau mau diakui masa kerja dari honorer semua saja. Jangan ada honorer K2 dan non-K2, toh, yang membedakan masa kerjanya," kata Deni dilansir JPNN, Kamis (24/7).
Deni Sukmajaya bahkan menyebut, para honorer yang diangkat menjadi PPPK malah syok karena masa kerjanya tidak dihitung. Lebih terkejutnya lagi, mereka semua dimasukkan golongan 9 untuk yang lulusan sarjana, bahkan magister.
Lulusan magister dengan komprehensif tinggi pun tidak bisa naik jabatan, kecuali melamar di jabatan lebih tinggi dan dites kembali. "Jadi, PPPK itu kalau mau meningkat kariernya harus melamar ke jabatan lebih tinggi. Kalau enggak ya stagnan, sehingga sangat merugikan PPPK karena tidak berjenjang," ucapnya.