Sebuah forum demokratis bagi mereka yang tak terdengar. Ajang pembuktian di mana kecerdasan—mentah dan belum diasah—adalah satu-satunya mata uang yang berlaku. "Mereka datang sebagai murid dan mereka pergi sebagai penulis sejarahnya sendiri," tutur Sakkir.
Bioskop Keliling Berjiwa Sederhana
Di masa ketika hiburan kerap mengalahkan substansi, sebuah program Bioskop Keliling dari Rumah Anak Bangsa mencoba membalikkan keadaan. Dipimpin oleh seorang pemuda yang dijuluki “Hulk” dari Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Inisiatif Bioskop Keliling membawa film dokumenter bertema sosial ke pelosok-pelosok terpencil. Ini bukan sekadar pemutaran film, melainkan ruang dialog. Nobar dan diskusi film volume 1 2024: Memoar Pengabdian Rasul Kaum Marjinal (Dokumenter Tentang Komunitas Penyandang Kusta).
Tim di baliknya—Miss Uun, Ono, Fadel, Kaisar, Ain, dan Iwan Kakofoni sebagai pelapak Tualang Buku—tidak meminta pendanaan. Mereka meminta partisipasi untuk berbagi dan berjalan pulang ke diri sendiri. Yang mereka berikan adalah kelas berjalan tentang empati dan pemahaman. Sebuah bentuk budaya yang hadir sesuai kebutuhan, di desa-desa yang kerap luput dari perhatian program pemerintah.
Inilah sekolah akar rumput yang diperjuangkan Rumah Anak Bangsa: aksi yang lahir dari keyakinan, bukan dari komisi.
Sekolah Para Kata
Rumah Anak Bangsa tumbuh bersama kolektivisme. Saat hujan turun, mereka pindah ke dalam, kelas Smart ILC. Saat ruang sempit, mereka beradaptasi. Saat peserta menipis, semangat mereka justru meluap. Tak ada logo korporat. Tak ada birokrasi berbelit. Hanya buku, keyakinan, dan hasrat akan keberanian.