FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Isu Koperasi Merah Putih atau koperasi desa kini ramai jadi sorotan publik. Pengamat Psikologi Politik Universitas Negeri Makassar (UNM), Muhammad Rhesa, turut buka suara soal potensi muatan politik dalam kebijakan ini.
Dikatakan Rhesa, publik saat ini memang tidak bisa menutup mata bahwa kehadiran koperasi desa menimbulkan keraguan di tengah masyarakat.
Salah satunya karena dinilai sarat kepentingan dan aroma politis jelang 2029.
"Terkait dengan isu Koperasi Merah Putih itu memang tidak bisa dihindarkan dari isu. Sejauh ini publik juga cukup skeptis sebenarnya dengan hadirnya koperasi desa," kata Rhesa kepada fajar.co.id, Senin (28/7/2025).
Ia menilai, sejak awal sudah tampak kejanggalan, termasuk dari sisi pengumuman dana dan personalitas sosok di balik program ini.
"Karena secara kelembagaan begitu diumumkan, kisaran dana yang disampaikan lebih dulu. Ada faktor personal yang tidak bisa kita lepaskan dari kementerian yang mengambil alih," ucapnya.
Lebih jauh, Rhesa menyebut ada dua catatan penting terkait sosok Menteri Budi Arie Setiadi yang kini memimpin program tersebut.
"Pertama, karena Menterinya Budi Arie, ini cukup secara historis beliau dapat rapor merah di seratus hari pemerintahan Prabowo-Gibran. Kedua, Budi Arie cenderung membuat kontraversi di beberapa kesempatan sebelumnya," bebernya.
Kondisi ini membuat kepercayaan publik semakin rendah. Ia menekankan, apabila memang koperasi ini ditujukan untuk kemaslahatan rakyat kecil dan penguatan UMKM, maka skema dan jumlah kelompok penerima seharusnya dijelaskan sejak awal.
"Kalau framing yang coba dibentuk demi kemaslahatan UMKM, rakyat kecil, supaya usaha mikro kecil dan menengah, maka prioritas UMKM dijelaskan dulu lebih awal," Rhesa menuturkan.
Namun bila sebaliknya, lanjut dia, publik bisa saja menganggap koperasi ini sebagai proyek politik terselubung.
"Tapi kalau ternyata ada kesan bahwa itu adalah upaya untuk melakukan dominasi politik, tentu framing publik menjadi negatif," tegas Rhesa.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pemerintah agar transparan dalam menyampaikan tujuan program ini agar tidak menimbulkan kecurigaan.
"Memang di atas kertas kita mengatakan bahwa lebih untuk kesejahteraan UMKM, menengah ke bawah. Tapi di ruang-ruang politik yang lain, relasi atau jejaring dimanfaatkan untuk menjadi besaran suara di 2029," kuncinya.
(Muhsin/fajar)