FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP, Mufti Anam, khawatir mengenai langkah PT Danantara yang diketahui mengajukan pinjaman sebesar USD10 miliar atau sekitar Rp163 triliun dari 12 bank asing.
“Soal utang 10 miliar USD Danantara kepada bank asing dalam bentuk multi garansi, jujur kami sedikit kaget,” kata Mufti dalam rapat dengar pendapat baru-baru ini.
Mufti mengungkapkan bahwa sejak awal pembentukan, Danantara diproyeksikan untuk mengelola investasi, bukan justru menjadi alat negara untuk berutang.
“Karena setahu kami, Danantara diciptakan untuk bagaimana mengoptimalkan investasi, duit yang kita punya untuk investasi. Tapi ternyata juga menjadi bagian dari kepanjangan tangan pemerintah untuk melakukan utang,” ucapnya.
Ia pun secara tegas mempertanyakan dasar dan tujuan dari pinjaman jumbo tersebut.
“Maka kami tanyakan soal hal itu, betul nggak utang 10 miliar USD? Untuk apa?” tanya Mufti.
Lebih jauh, ia mengungkapkan bahwa negara sejauh ini sudah menyuntikkan dana yang sangat besar ke Danantara.
“Dan sekarang deviden yang sudah diberikan negara Rp90 triliun, bahkan kalau kita menyitir pernyataan Pak Rosan di media Rp150 triliun. Bahkan kemarin ketika kami tanya ketika FGD, ternyata hanya Rp140 triliun. Itu duitnya ke mana?” bebernya.
Dikatakan Mufti, angka tersebut seharusnya cukup untuk melakukan akselerasi investasi tanpa perlu berutang ke luar negeri.
“Apa tidak cukup untuk melakukan akselerasi dan investasi?” timpalnya.
Ia juga mengingatkan agar Danantara tidak menggunakan aset negara sebagai jaminan untuk pinjaman tersebut.