Sertifikat Tanah yang Tidak Dipakai 2 Tahun Bisa Diambil Negara, Lukman Simanjuntak: Padahal Rakyat Masih Pening Soal Pajak

  • Bagikan
Ilustrasi - Foto udara deretan rumah di kawasan Jakarta Barat, Jumat (10/3/2023). Pemprov DKI Jakarta mengimbau warga untuk tidak mengeksploitasi air tanah secara masif karena akan menjadi salah satu penyebab penurunan muka tanah dan mengakibatkan Jakarta semakin berpotensi terendam air laut pada masa yang akan datang. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat Medsos, Lukman Simanjuntak, merasa geram melihat kebijakan yang dikeluarkan pemerintah akhir-akhir ini.

Menteri ATR/BPN bahkan menyebut sertifikat tanah yang tidak dipakai dua tahun bisa diambil negara.

Sementara, rekening yang menganggur dalam jangka waktu tiga bulan akan dibekukan sementara oleh PPATK.

Menanggapi hal tersebut, Lukman blak-blakan mengatakan bahwa rezim Presiden Prabowo Subianto sangat gemar membuat regulasi yang tidak pro terhadap rakyat kecil.

"Rezim ini rajin membuat regulasi yang berpotensi memicu serangan jantung," kata Lukman di X @hipohan (28/7/2025).

Lukman bilang, regulasi yang dikeluarkan pemerintah hanya terkesan mencekik leher rakyat. Apalagi, mereka juga harus menanggung banyak beban jenis pajak.

"Padahal rakyat masih pening dengan berbagai jenis pajak," cetusnya.

Apalagi, kata Lukman, akhir-akhir ini ada wacana penerima amplop hajatan yang bersifat hadiah bakal dikenakan pajak. Begitu juga dengan pengguna Medsos.

"Pajak seller UMKM, pajak olahraga, pajak hadiah," tandasnya.

Sebelumnya, pemerintah terus berupaya memperluas basis penerimaan negara dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Salah satu langkah strategis yang tengah disiapkan adalah menggali potensi perpajakan melalui pendekatan data analitik serta pemantauan aktivitas di media sosial.

Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, menyampaikan bahwa inisiatif ini akan menjadi bagian penting dalam penyusunan kebijakan administratif yang lebih modern dan adaptif terhadap perkembangan zaman.

Hal tersebut diungkapkannya saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (14/7/2025).

Langkah ini masuk dalam rencana kerja pemerintah untuk pengelolaan penerimaan negara pada tahun anggaran 2026.

Fokus utamanya adalah menciptakan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan, tetap pro terhadap pertumbuhan ekonomi, namun mampu menjangkau potensi pajak yang selama ini belum tergarap secara maksimal.

Melalui pendekatan digital seperti analisis data dan penelusuran tren di media sosial, pemerintah berharap mampu mendeteksi potensi-potensi pajak tersembunyi, termasuk dari sektor informal maupun aktivitas ekonomi digital yang terus tumbuh pesat.

Kebijakan ini juga menjadi bagian dari strategi besar transformasi sistem perpajakan nasional yang tidak hanya mengejar target pendapatan, tetapi juga memastikan keadilan dan transparansi dalam pelaksanaannya.

Bukan hanya pengguna Medsos yang bakal dikenakan pajak. Menurut kabar beredar, penerima amplop kondangan pun akan merasakan hal yang sama.

(Muhsin/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan