FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ethereum menjadi salah satu jaringan paling populer berkat kemampuannya dalam menjalankan smart contract dan mendukung ribuan proyek decentralized finance (DeFi), NFT, hingga DAO. Namun, satu hal yang sering menjadi perhatian pengguna adalah biaya transaksi atau yang lebih dikenal dengan istilah gas fee. Biaya ini bisa berfluktuasi tajam tergantung pada kondisi jaringan, dan seringkali memengaruhi kenyamanan serta strategi transaksi para pengguna.
Banyak investor atau pengguna Ethereum yang melakukan transaksi kecil hingga besar perlu memperhitungkan biaya gas sebelum memutuskan untuk mengirim aset atau melakukan staking. Hal ini juga sering menjadi pertimbangan saat ingin convert ETH to IDR karena gas fee bisa berdampak langsung pada nilai akhir aset yang diterima. Untuk itu, memahami gas fee Ethereum menjadi langkah penting dalam merencanakan aktivitas di blockchain secara lebih efisien dan strategis.
Apa itu Gas Fee?
Gas fee adalah biaya transaksi yang dibayarkan pengguna kepada jaringan Ethereum untuk menjalankan perintah di dalam blockchain seperti mengirim ETH, menjalankan smart contract, atau berinteraksi dengan aplikasi terdesentralisasi. Biaya ini dibayarkan dalam satuan yang disebut "gwei" yang merupakan pecahan dari ETH (1 ETH = 1 miliar gwei).
Biaya gas berfungsi sebagai insentif bagi para validator atau miner (tergantung pada versi Ethereum yang digunakan) agar mereka mau memproses transaksi dan menjaga keamanan jaringan. Tanpa gas fee, sistem tidak memiliki mekanisme prioritas, dan transaksi bisa tertahan dalam antrean tanpa batas waktu yang jelas.