Kecewa dengan Vonis Tom Lembong, Anies Baswedan: Seolah-olah 23 Kali Sidang Tidak Terjadi

  • Bagikan
Bersama-sama mendukung Tom Lembong. Foto: Instagram @aniesbaswedan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Anies Baswedan menyebut, 23 persidangan yang telah digelar seakan tidak terjadi ketika Majelis Hakim memvonis Tom Lembong 4 tahun 6 bulan penjara.

Hal ini diungkapkan Anies saat hadir secara virtual dalam diskusi 'Rakyat Bersuara' I News TV, Selasa (22/7/2025) malam.

"Saya berilustrasi kita menyaksikan 23 kali sidang terbuka disorot publik, diikuti media, dan disusun dengan runtutan fakta," ujar Anies dikutip pada Selasa (29/7/2025).

"Ketika vonis itu jatuh, seolah-olah 23 persidangan itu tidak terjadi," tambahnya.

Dikatakan Anies, rasa kecewa yang dia sampaikan bukan semata-mata karena Tom merupakan sahabatnya selama bertahun-tahun.

"Jadi saya menyampaikan kekecewaan itu karena proses hukum ini menyentuh akar yang lebih dalam dari sekadar satu terdakwa," imbuhnya.

"Jadi kekecewaan itu lahir dari rasa keadilan yang terciderai. Dari akal sehat yang tidak dihormati bahkan disepelekan," sambung Anies.

Anies bilang, dari kecemasan menarik pesan bahwa prosedur hukum seperti ini bisa bergulir tanpa kendali moral dan logika publik.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Prof. Mahfud MD menegaskan bahwa vonis terhadap Tom keliru setelah mengikuti seluruh isi persidangan.

"Menurut saya vonis itu salah,” ujar Mahfud dalam keterangannya (23/7/2025).

Dikatakan Mahfud, sebagaimana yang diperdebatkan belakangan ini, tidak ditemukan adanya niat jahat dalam tindakan yang dilakukan Tom.

“Untuk menghukum seseorang, selain actus reus masih harus ada mens rea atau niat jahat," ucapnya.

"Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea,” tambah Mahfud.

Berkaca pada persidangan yang telah berlalu, mantan Menkopolhukam ini menuturkan bahwa saat itu Tom hanya melaksanakan perintah Jokowi selaku Presiden.

“Dia hanya melaksanakan tugas administratif dari atas,” sesalnya.

Tidak berhenti di situ, mengenai penunjukan koperasi milik TNI-Polri, Mahfud mengatakan bahwa itu hanya bagian dari instruksi Presiden.

Dibeberkan Mahfud, pernyataan itu divalidasi oleh mantan Ketua Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) Mayjen (Purn) Felix Hutabarat.

Dalam persidangan, Felix bercerita bahwa dirinya mendapat perintah dari Kepala Staf Angkatan Darat saat itu, Jenderal (Purn) Mulyono. Dan, ujungnya merupakan arahan dari Jokowi.

“Kelemahan lain, perhitungan kerugian negara yang resmi dibuat oleh BPKP dinilai tidak benar sehingga majelis hakim membuat hitungan dengan matematikanya sendiri,” Mahfud menuturkan.

Jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menegaskan bahwa pendekatan yang tidak logis seperti itu membahayakan penegakan hukum.

"Lucu bahwa salah satu yang memberatkan Tom Lembong adalah membuat kebijakan yang kapitalistik. Tampaknya hakim tak paham bedanya ide dan norma,” kuncinya.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan