FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali memanas. Sejak Kamis (24/7/2025), baku tembak pecah di wilayah perbatasan kedua negara, mengingatkan dunia pada konflik berkepanjangan yang telah berlangsung sejak 1962 silam. Saat itu, Mahkamah Internasional (ICJ) menetapkan kuil Preah Vihear sebagai milik Kamboja, keputusan yang memicu ketegangan hingga kini.
Di tengah konflik yang belum mereda, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengambil langkah strategis dengan menginisiasi gencatan senjata. Peran Malaysia sebagai mediator dinilai krusial, apalagi saat ini Negeri Jiran menjabat sebagai Ketua ASEAN.
Langkah Malaysia ini pun mendapat perhatian dari Dosen Hubungan lnternasioanl , Muhammad Nasir Badu, Ph.D. Ia menyebut pendekatan Anwar Ibrahim memiliki kemiripan dengan langkah Indonesia saat menjadi mediator dalam konflik serupa pada 2011 silam, ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat sebagai Presiden dan Indonesia memegang kursi Ketua ASEAN.
“Iya seperti Indonesia sebelumnya,” ujar Muhammad Nasir Badu yang juga Direktur Center for International Relation and Regional Studies (CIReS) serta Kepala LPPM Universitas Sulawesi Barat, kepada fajar.co.id, Selasa (29/7/2025).
“Sama seperti Malaysia yang saat ini jadi ketua ASEAN, Indonesia saat itu juga menjadi ketua sehingga berkewajiban menjadi mediator,” tambahnya.
Ketika ditanya apakah langkah Malaysia bisa dikatakan berani dan penuh risiko, Nasir Badu menilai bahwa Malaysia sudah punya pengalaman dalam menyelesaikan konflik regional.