Warga Filipina Daniel Uy Tan Minta Keadilan ke Presiden Prabowo dan Kapolri

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Warga negara Filipina, Daniel Uy Tan meminta keadilan kepada Presiden RI Prabowo Subianto atas kejadian yang dialaminya berupa dugaan penyekapan dan dugaan intimidasi yang dilakukan oknum anggota Polres Metro Jakarta Selatan. Daniel juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan investigasi terhadap terduga pelaku oknum Polisi yang bertugas di Polres Metro Jakarta Selatan.

"Klien kami meminta keadilan kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto atas peristiwa yang dialaminya yang dilakukan oleh oknum Polisi di Polres Metro Jakarta Selatan," ujar Kuasa Hukum Daniel, Santrawan Paparang dari Kantor Hukum Paparang-Batubara & Partners di kantor hukumnya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, 28 Juli 2025.

Paparang menilai Polres Metro Jakarta Selatan patut diduga m telah melakukan kesalahan berat dalam menangani kasus Daniel Uy Tan karena mengabaikan prosedur hukum Internasional. Menurut dia, mereka diduga melakukan penangkapan, penyitaan, penggeledahan dan penahanan terhadap Daniel Uy Tan sama sekali tidak pernah membuat pemberitahuan resmi kepada Kedutaan Besar Filipina di Jakarta.

Karena itu, jelas Paparang, segala prosedur penanganan perkara tersebut yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Selatan adalah melawan hukum, cacat hukum, tidak sah, tidak mengikat, tidak berkekuatan hukum dan batal demi hukum.

"Oleh karenanya tindakan penahanan terhadap klien kami Daniel Uy Tan yang di lakukan oleh Polres Metro Jakarta Selatan, sama artinya merupakan tindakan penyekapan," ujarnya.

Paparang menejelaskan, tindakan melawan hukum yang diduga kuat dilakukan oleh para oknum anggota Polres Metro Jakarta Selatan tersebut secara resmi sudah dilaporkan ke Propam Mabes Polri. Dia meminta Presiden Prabowo dan Kapolri segera menindak tegas para oknum anggota polres Metro Jakarta Selatan yang terlibat langsung.

Pasalnya, tindakan para oknum aparat tersebut sangat mencederai hubungan baik antara Indonesia dan Filipina.

"Apalagi telah secara jelas, tindakan yang dilakukan oleh oknum para anggota Polres Metro Jakarta Selatan telah nyata melawan hukum dan telah mengabaikan prinsip hukum internasional yang wajib menjadi standar baku dalam setiap penanganan perkara," tandas Paparang.

Kronologi

Paparang lalu menjelaskan kronologis peristiwa yang dialami kliennya. Ia menyebut kliennya merupakan mantan anggota Polisi Elit Filipina yang saat ini sebagai pebisnis.

Daniel Uy Tan, kata dia, berkenalan dengan perempuan asal Indonesia, Fitriesya Maulani, pada tahun 2021 melalui aplikasi HP Tinder. Sejak saat itu mereka mempunyai hubungan yang sangat dekat. Bahkan, Fitriesya Maulani, sering datang ke apartemen Daniel Uy Tan di Marbella, Kemang, Jakarta Selatan.

"Karena semakin dekatnya hubungan mereka, maka Fitriesya Maulani, mengajak klien kami untuk berbisnis. Awalnya klien kami memberikan uang kepada Fitriesya Maulani, sebanyak Rp 230 juta untuk bisnis di Lombok, NTB. Tetapi menurut klien kami, ia ditipu sebanyak 200 juta sehingga bisnis pertama tersebut gagal," jelasnya.

Namun, atas kesepakatan bersama, pada 2022, Daniel dan Fitriesya mendirikan perusahaan bernama PT Dtan Global Primatama. Semua biaya operasional perusahaan tersebut, kata Paparang, ditanggung Daniel Uy Tan.

"Karena dekatnya hubungan mereka, semua biaya operasional bahkan tempat tinggal Fitriesya Maulani, dibiayai klien kami. Bahkan, klien kami diminta membayar hutang keluarga Fitriesya Maulani, sebesar 1 miliyar. Kemudian menebus hutang gadai emas dan bayar cicilan rumah di Bogor, Jawa Barat dan biaya sekolah anak Fitriesya Maulani," ungkapnya.

Tak hanya itu, lanjut Paparang, Fitriesya Maulani, juga meminta Daniel Uy Tan membeli mobil Honda HRV dengan harga Rp 250 juta. Tetapi, mobil tersebut dijual Fitriesya Maulani. Kemudian Fitriesya Maulani, meminta Daniel Uy Tan membeli mobil Pajero dengan uang muka Rp 250 juta.

Dalam perjalanan, kata Paparang, bisnis keduanya mengalami peningkatan sehingga membuat Fitriesya Maulani, meminta Daniel Uy Tan untuk memberikan Kartu Utama BCA-nya.

"Kartu Utama BCA milik klien kami dipakai Fitriesya Maulani, membeli jam tangan mewah Rolex Bruce Wayne, Rolex type submariner, Omega dan Hublot," ungkapnya.

Namun, kata Paparang, ketika kliennya berada di Manila, Fitriesya Maulani telah membuat Laporan Polisi di Polres Metro Jakarta Selatan sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/B/1411/IV/2025/SPKT/Polres Metro Jaksel/Polda Metro Jaya, tanggal 28 April 2025. Dengan sangkaan, diduga kliennya mencuri atau menggelapkan jam tangan Rolex Type Bruce Wayne. Padahal, jelas Paparang, jam tersebut milik pribadi yang dibeli menggunakan uang pribadi kliennya.

"Anehnya, ketika klien kami kembali ke Jakarta tanggal 23 Mei 2025, isi kamar/unit 518-B apartemen Marbella sudah kosong. Tidak ada isinya. Setelah dicari tahu melalui informasi dari pihak apartemen, semua barang milik klien kami telah dibawah Fitriesya Maulani bersama oknum anggota Polres Jakarta Selatan," jelasnya.

Karena itu, Daniel Uy Tan mencari tahu keberadaan Fitriesya Maulani, namun ia tidak menemukannya. Daniel pun kembali ke Filipina pada 28 Mei 2025. Namun, kliennya ditangkap di Imigrasi Bandara Soekarno Hatta oleh Anggota Resmob Polres Metro Jaksel Selatan, dan dia dibawah ke Polres Jakarta Selatan untuk diproses verbal sebagaimana Laporan Polisi Fitriesya Maulani.

"Di Polres Metro Jakarta Selatan paspor milik klien kami dirampas oleh penyidik. Dan, ia ditahan oleh penyidik pada 29 Mei 2025," jelasnya.

Selama di Polres, awal Juli 2025, kliennya didatangi advokat bernama Ceaser, untuk meminta empat jam tangan dan segera menandatangani surat yang menyatakan berhenti sebagai Komisaris di PT. Dtan Global Primatama dan PT. Maximus First Construction dan menyerahkan semua aset dua perusahaan tersebut ke Fitriesya Maulani, dengan imbalan Laporan Polisi di Polres Jakarta Selatan akan dicabut.

Selama di tahanan, kata Paparang, teman tahanan kliennya merekomendasikan agar menggunakan jasa hukum advokat bernama Rio & Bobby. Yang kemudian kliennya memutuskan menunjuk Rio & Bobby sebagai penasehat hukum.

Karena dianggap sebagai penasehat hukum, kliennya pun menitipkan tas miliknya kepada Rio & Bobby. Tas tersebut berisikan barang berupa ATM dan PIN Bank Mandiri, jam tangan Brietling, Garmin dan Charger.

Lebih lanjut Paparang menjelaskan, 1 Juli 2025, Fitriesya Maulani mendatangi Daniel Uy Tan di tahanan, ditemani seorang pria. Fitriesya Maulani memberikan informasi bahwa, Daniel Uy Tan segera keluar tahanan dengan syarat menandatangani semua surat-surat yang dibawa Fitriesya Maulani.

"Dengan kondisi tepaksa, apalagi dalam keadaan tidak bebas dalam tahanan, klien kami menandatangani surat-surat tersebut. Setelah itu, klien kami keluar dari tahanan 1 Juli 2025," ungkapnya.

Setelah keluar tahanan, Daniel Uy Tan meminta penasehat hukumnya Rio, agar mengembalikan tas miliknya. Namun, setelah diterima, jam tangan Brietling sudah tidak ada. Kemudian, saldo di ATM Bank Mandiri tersisa Rp 300 ribu. Daniel pun menanyakan jam tangan tersebut ke Rio.

"Jawaban penasehat hukum Rio, jam tangan milik klien kami diambil dan berada dalam penguasaan Bima, anggota Resmob Polres Jakarta Selatan," tegas Paparang.

Merasa ditipu, Daniel Uy Tan mencari penasehat hukum baru dan menunjuk Santrawan Paparang, Haposan Paulus Batubara, Heribertus Dahana Resmiwara, Satrya Paparang dan Alfredo Ramos Manurung, sebagai Penasehat Hukum, pada 9 Juli 2025.

"Kami ditunjuk sebagai penasehat hukum dan membuat Laporan Pelanggaran Kode Etik profesi Polri di Propam Mabes Polri terhadap anggota Polri yang ada di Polres Metro Jakarta Selatan yang menangani Laporan Polisi Fitriesya Maulani," ungkapnya.

Paparang menyebut Polres Metro Jakarta Selatan telah melakukan kesalahan berat dalam menangani kasus Daniel Uy Tan dengan mengabaikan prosedur hukum Internasional, karena ketika melakukan penangkapan, penyitaan, penggeledahan dan penahanan, sama sekali tidak pernah membuat pemberitahuan resmi kepada Kedutaan Besar Filipina di Jakarta.

Karena itu, jelas Paparang, segala prosedur penanganan perkara tersebut yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Selatan adalah melawan hukum, cacat hukum, tidak Sah, tidak mengikat, tidak berkekuatan hukum dan batal demi hukum.

"Oleh karenanya tindakan penahanan terhadap klien kami Daniel Uy Tan yang di lakukan oleh Polres Metro Jakarta Selatan, sama artinya merupakan tindakan penyekapan," ujarnya.

Paparang menejelaskan, tindakan melawan hukum yang diduga kuat dilakukan oleh para oknum anggota Polres Metro Jakarta Selatan tersebut secara resmi sudah dilaporkan ke Propam Mabes Polri.

"Oleh karenanya mohon perhatian khusus dan serius dari Presiden RI Bapak Prabowo Subianto dan Kapolri agar segera menindak tegas para oknum anggota polres Metro Jakarta Selatan yang terlibat langsung," ungkapnya .

Ia menyebut tindakan para oknum tersebut sangat mencederai hubungan baik antara Indonesia dan Filipina.

"Apalagi telah secara jelas, tindakan yang dilakukan oleh oknum para anggota Polres Metro Jakarta Selatan telah nyata melawan hukum dan telah mengabaikan prinsip hukum internasional yang wajib menjadi standar baku dalam setiap penanganan perkara," pungkas Paparang.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan