FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Keberadaan beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) menjadi berkah tersendiri baik bagi pedagang maupun konsumen.
Bulog memastikan penyaluran program beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) merata dan tepat sasaran. Hingga 29 Juli 2025, beras SPHP yang sudah tersalur mencapai 185.000 ton.
Guna memastikan ketersediaan stok beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Makassar, Direktur Bisnis Perum Bulog, Febby Novita, bersama jajaran Bulog Makassar melakukan pemantauan langsung ke Pasar Pa’baeng-baeng, Makassar, Selasa (30/7/2025).
Kunjungan tersebut, merupakan bagian dari upaya penguatan intervensi pemerintah terhadap harga beras yang tengah mengalami lonjakan akibat belum masuknya masa panen utama.
Febby Novita mengatakan kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh belum tibanya musim panen (MP2), sehingga membuat harga beras di pasaran melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yaitu Rp 12.500/kg.
“Program SPHP ini hadir sebagai langkah pemerintah untuk menstabilkan harga beras dan memberikan alternatif bagi masyarakat agar tetap bisa membeli beras dengan harga yang terjangkau,” ujarnya.
Dalam penyalurannya, kata Febby, Bulog tidak menentukan langsung siapa penerima bantuan. Data penerima ditetapkan oleh Kementerian Sosial, yang kemudian diteruskan ke Bulog melalui Badan Pangan Nasional.
“Kami hanya menjalankan sesuai data yang diberikan. Kalau ada penerima yang sudah meninggal atau pindah, akan dicatat untuk diganti dengan nama lain setelah proses verifikasi,” jelasnya.
Febby juga menambahkan, pihaknya tidak bisa serta merta menyalurkan beras di luar data penerima resmi.
“Karena beras ini disalurkan tanpa pembayaran alias nol rupiah. Maka kami wajib patuh pada ketentuan dan harus menunggu izin dari kementerian terkait jika ada perubahan nama penerima,” tegasnya.
Terkait jumlah penerima, Febby menyebutkan bahwa terjadi pengurangan jumlah secara nasional dari sebelumnya 22 juta menjadi 18,3 juta penerima bantuan pangan.
“Kami ditugaskan menyalurkan bantuan pangan kepada 18,3 juta keluarga penerima manfaat di seluruh Indonesia, dengan target penyelesaian hingga pertengahan Agustus,” tuturnya.
Untuk wilayah Sulawesi Selatan sendiri, realisasi penyaluran sudah mencapai 90 persen. Febby menyebutkan, Bulog menyalurkan sebanyak 180 ribu ton beras per bulan secara nasional dalam satu alokasi, sehingga selama dua bulan total beras yang disalurkan mencapai 360 ribu ton.
“Setiap penerima bantuan mendapatkan 20 kg beras dalam satu waktu, yang seharusnya dibagi 10 kg per bulan. Namun dalam praktiknya, langsung disalurkan sekaligus 20 kg agar lebih efisien dan cepat tersalur,” jelasnya.
Dalam kunjungan ke pasar, Febby memastikan bahwa beras SPHP tetap tersedia dan dijual dengan harga maksimal Rp12.500 per kilogram.
Ia mengapresiasi pedagang yang telah mengikuti aturan pemerintah, seperti membatasi pembelian maksimal dua pack per orang dan tidak menjual dalam bentuk eceran per liter.
“Ini penting untuk menghindari penumpukan dan mencegah praktik penimbunan. Kami juga sudah menginstruksikan ke seluruh wilayah agar harga tetap sesuai HET dan distribusi berjalan tertib,” ungkapnya.
Meski demikian, Febby mengakui masih ada kendala di lapangan, seperti masyarakat yang tidak mampu membeli dalam ukuran 5 kg sehingga menginginkan pembelian secara literan.
“Kami minta ini juga jadi perhatian. Karena distribusi dan ongkos angkut membuat beberapa harga beras non-SPHP menjadi jauh lebih mahal dari HET,” katanya.
Ia berharap harga beras bisa kembali stabil setelah masuk masa panen di pertengahan Agustus mendatang. “Mudah-mudahan panen bisa segera berlangsung sehingga suplai meningkat dan harga menurun,” harap Febby. (Arya/fajar)