Fajar.co.id, Jakarta -- Pernyataan Luhut yang mempertanyakan kontribusi untuk negara kepada pihak yang terus mengkritik soal ijazah kini jadi sorotan banyak pihak.
Salah satunya datang dari penulis kondang Indonesia, Tere Liye. Dia menilai, para pejabat seperti Luhut justru mendapatkan fasilitas yang fantastis dari negara namun sebaliknya, mereka sibuk memajaki rakyat.
"Kalian, dan keluarga kalian mah enak. Negara baiik sekali loh ke kalian. Banget. Sekolah kedinasan. Lulus kerja jadi aparat, bahkan seragam pun dibayarin negara. Daaan semua kesempatan dong," tulis Tere Liye, dikutip dari akun media sosialnya, Rabu (30/7/2025).
Nggak usah membantahlah, posisi pekerjaan kalian memberikan akses dan privilege, bukan? Gaji cuma segitu, aset dll saat kalian usia 40, 50-an sudah bukan main deh, bukankah begitu?
"Nah, saya sebagai penulis, saya bertanya-tanya sampai detik ini: Apa sih kontribusi negara ke saya? Saya berjuang dengan pekerjaan saya, negara tidak membantu. Eh giliran sukses, buku-buku dipajaki, penghasilan saya dipajaki, giliran saya minta dilindungi karyanya, jutaan buku Tere Liye dijual bajakannya per tahun, eeh, negara cuma bisa kentut. Tuuut," kritik penulis novel-novel best seller ini.
Nasib. Beda dengan film, buku; yang saat saya kesal, saya bisa berhenti nonton atau beli. Negara? Jangan coba-coba berhenti bayar pajak, berhenti lapor SPT saja, otomatis, surat cinta datang dari kantor pajak.
"Berhentilah membual seolah paling patriot di negeri yang hukum dikentuti. Pelaku korupsi tertawa lebar jadi komisaris BUMN. Oportunis dan penjilat rebutan jadi relawan. Ijazah? Memang tidak penting dibahas. Yang penting itu: DITUNJUKKAN! Eh, kamu malah sibuk sok bahas patriotisme," sindir Tere Liye.
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, ikut merespons polemik ijazah yang tengah ramai dibicarakan publik.
Meski tak merinci spesifik kasusnya, yang sedang ramai diperbincangkan publik adalah kontroversi ijazah Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Luhut menilai isu ijazah tak relevan untuk mengatasi masalah bangsa ini. Yang penting justru kontribusi apa yang bisa diberikan ke negara.
"Kita asyik masih berbicara soal ijazah yang menurut saya sangat tidak relevan untuk dibicarakan oleh seorang intelektual di republik ini," ujarnya. (bs-sam/fajar)