FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Seakan tidak ada habisnya, jagat media sosial terus diramaikan dengan polemik baru terkait ijazah mantan Presiden Jokowi.
Kali ini, kehadirannya dalam acara reuni mendadak Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) memicu beragam reaksi publik.
Tak sedikit netizen justru semakin meragukan keabsahan ijazah sang kepala negara.
Akun Twitter @abu_waras membagikan video yang memperlihatkan Jokowi duduk bersama sekelompok orang berpakaian seragam biru.
“Heboh Jokowi Ikut Hadir Di Acara Reuni Dadakan, Netizen Malah Semakin Yakin Ijazah Jokowi Palsu,” kata akun tersebut, dikutip Rabu (30/7/2025).
Postingan itu kemudian dikomentari oleh akun @Toto_Loekito yang menegaskan bahwa reuni resmi alumni Fakultas Kehutanan UGM sebenarnya telah digelar pada Februari 2025 lalu.
“Fakultas Kehutanan UGM yg Aseli Reuni bulan Februari 2025,” tulisnya.
“Yang ini aslinya alumni UGM kehutanan ya!?!,” sementara akun @donyk menambahkan, “Bukannya angkatan 1980? Bukan 1985," kata akun @HFaang.
Tak sedikit pula yang menyindir ekspresi dan gestur peserta reuni dadakan yang dianggap kaku dan kurang natural.
“Begini lah ekspresi wajar yg memang satu angkatan. Saling kenal,” sindir akun @CrpRusmin6045.
“Angkatan 80 kok loe samakan angkatan 85,” sahut akun lainnya @MNasrun77737393.
Netizen lain bahkan mempertanyakan apakah Jokowi benar-benar pernah menjalani perkuliahan di Fakultas Kehutanan UGM.
“Loe pernah kuliah apa tidak…???,” tulis @MNasrun dalam cuitan lanjutannya.
Sebelumnya diberitakan,Koordinator Relagama Bergerak Bangun Sutoto, kembali bersuara mengenai reuni dadakan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Sabtu (26/7/2025) kemarin.
Setelah menudingnya sebagai agenda yang penuh rekayasa, Bangun ini menggunakan kalimat konspirasi jahat dan alumni palsu.
"Belum usai polemik ijazah palsu, sudah muncul indikasi kepalsuan status alumni UGM. Tampak ada konspirasi jahat yang direkayasa dengan aksi dan narasi," ujar Bangun kepada fajar.co.id, Rabu (30/7/2025).
Dikatakan Bangun, aksi reuni pada Sabtu kemarin dengan kostum biru, justru menjadi cerita lucu tidak mutu yang justru jadi sejarah kelabu.
"Reuni abu-abu di Kampus Biru, menghadirkan sejumlah alumni palsu. Pertanyaan pentingnya, apa mereka bisa dipastikan punya kartu anggota Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) asli? Tolong jangan tanya saya," singgungnya.
Alumnus Fisipol UGM ini menuturkan bahwa setiap alumni UGM saat wisuda menerima dua dokumen asli pribadi atas nama yang bersangkutan, ijazah dan kartu alumni.
Diceritakan Bangun, ketika dirinya wisuda pada Pebruari 2005, kartu alumni tersebut berupa secarik kertas seukuran KTP.
"Tapi kini sudah dirancang lebih modern yang berbentuk kartu ATM karena memang telah ada kerja sama antara PP Kagama dan sejumlah bank BUMN kita," tukasnya.
Adapun mengenai kartu alumni Jokowi, menariknya karena diserahkan sendiri oleh Ganjar Pranowo selaku Ketua Umum PP Kagama didampingi Ari Dwipayana selaku Sekretaris Umum di Jakarta.
"Tepatnya pada 12 September 2017 saat rapat kerja terbatas kabinet. Tentu saja ini amat menarik untuk disilikidik. Itu kata Asmui Srimulat. Jadi, mari kita selidiki bersama tanpa harus melibatkan penyelidik mabes Polri," jelas Bangun.
Bangun pun semakin bertanya-tanya, kenapa tidak diserahkan saat momentum Dies Natalis UGM 2017 yang saat itu hanya menyisakan waktu 3 bulan.
"Dan kenapa justru pihak PP Kagama yang menyerahkan? Yang butuh kartu itu siapa? Bagi kami para alumni asli ini, kartu itu memang jadi penanda dan bukti sebagai alumni UGM. Toh tidak banyak atau sering digunakan untuk identitas diri," sebutnya.
Kata Bangun, yang paling penting dan jadi syarat umum untuk mengubah nasib adalah ijazah. Dengan ijazah, setiap orang punya kesempatan memasuki ekskalator nasib bagi masa depannya.
"Misalnya untuk melanjutkan pendidikan lagi atau melamar ke dunia kerja formal. Itu pentingnya ijazah. 12 September 2017 telah menjadi bagian sejarah yang tidak bisa diubah. Bicara kaitan tanggal, bulan, dan tahun, jadi teringat dengan teori 'gothak gathik gathuk'-nya Prof. Damardjati Supadjar rahimahullah, dosen mata kuliah Filsafat Pancasila dan salah satu narasum kajian Islam secara rutin di radio swasta Jogja idola penulis saat itu," imbuhnya.
Ia menuturkan bahwa teori sederhana yang pernah disampaikan ketika menganalisa suatu peristiwa atau kejadian di alam semesta ini disebut garputala.
"Yang pasti, kata Prof. Damardjati Supadjar, semua peristiwa di dunia ini sudah diberitakan dan digambarkan dalam Al Qur'an. Kita tinggal membacanya saja. Kalau pesan guru ngaji di Magelang, Al Qur'an bilang apa? Di dunia ini memang tidak ada yang namanya kebetulan," ucapnya.
"Semua atas izin Tuhan, biidznillah, atau atas izin Allah. Dari situlah kita semua diminta untuk 'iqra' atau belajar. Tidak hanya sekedar membaca tulisan tapi justru yang lebih penting lagi adalah membaca pesannya. Di situlah energi Al Qur'an tersimpan," sambung dia.
Terkait 12 September 2017, kata Bangun, jika dikaitkan dengan isi Al Qur'an maka bisa bertemu dengan surat ke-12 (Yusuf) di ayat yang kesembilan.
"Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah tertumpah kepadamu dan setelah (bertaubatlah sehingga) kamu akan menjadi kaum yang shaleh," imbuhnya.
Secara ringkas, Bangun bilang, ayat itu menggambarkan skenario jahat dari para saudara kandung Nabi Yusuf as kepadanya.
"Ada konspirasi jahat diantara mereka untuk menyingkirkan nabi yang akhirnya direkam sejarah jadi maharaja yang bijaksana. Jika difilmkan maka kisah Nabi Yusuf as itu sangatlah menarik," tandasnya.
"Lalu, bagaimana cerita si alumni palsu yang hari Sabtu kemarin ramai-ramai mendatangi Kampus Biru di Yogyakarta yang selalu istimewa itu?," kuncinya.
(Muhsin/fajar)