Pernyataan Terbaru Menteri Nusron Wahid Soal Tanah Nganggur

  • Bagikan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menekankan bahwa tujuan utama kebijakan mengambil alih tanah nganggur bukan untuk mengambil alih tanah rakyat, tetapi agar seluruh tanah di Indonesia dimanfaatkan secara optimal.

Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 33 dalam Undang-Undang Dasar 1945, yakni tanah dan sumber daya agraria dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

"Tanah telantar itu diambil kembali oleh negara karena tak dimanfaatkan oleh pemegang sertifikat. Jumlah tersebut merupakan bagian dari 55,9 juta Ha alias 79,5% tanah bersertifikat di Indonesia," ungkap Nusron di Jakarta, dikutip pada Kamis (31/7/2025).

Pihaknya mengeklaim sudah mengamankan sekitar 1,4 juta hektare (Ha) tanah telantar yang kini diambil negara. Kabarnya tanah yang diambilalih itu akan dibagikan kepada organisasi masyarakat (ormas).

Nusron mengatakan tanah-tanah telantar itu akan dibagikan kepada ormas keagamaan, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), hingga Persatuan Ummat Islam (PUI). Tanah juga dibagikan kepada organisasi mahasiswa ekstra kampus (ormek), termasuk Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

"Di sinilah sebetulnya peluang daripada sahabat-sahabat sekalian keluarga besar PMII, keluarga besar NU, keluarga besar Muhammadiyah, keluarga besar yang lain untuk mengisi ruang ini. Nah, ini saya baru cerita yang sudah terpetakan dan bersertifikat sehingga peluangnya yang bapak-bapak bisa lakukan itu ada 1,4 juta Ha,” ujar Nusron.

Prinsipnya tegas Nusron, terbuka dengan siapa pun. "Dengan Muhammadiyah saya sudah paparkan, dengan Persis saya paparkan, dengan PUI saya paparkan, dengan yang lain saya paparkan semua,” ungkap Nusron.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Jonahar, menegaskan bahwa penetapan objek penertiban tanah telantar terhadap Hak Milik (SHM) memiliki kriteria yang berbeda dibandingkan dengan tanah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).

Saat ini, penertiban difokuskan pada HGU dan HGB yang dimiliki oleh Badan Hukum.

Untuk itu, ia mengimbau masyarakat yang memiliki tanah, baik yang sedang ditempati atau berada jauh, untuk merawat tanahnya dan jangan sampai mengganggu ketertiban umum.

“Kalau HGU, ditanami sesuai dengan proposal awalnya. Kalau HGB, dibangun sesuai peruntukannya. Kalau hak milik, jangan sampai dikuasai orang lain,” pungkas Jonahar. (Pram/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan