FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Komisaris Pelni dan pegiat media sosial, Dede Budhyarto, menilai langkah Presiden Prabowo Subianto dalam memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi nasional melalui jalur hukum.
“Amnesti untuk Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Thomas Lembong yang diumumkan oleh Wakil Ketua DPR-RI Prof. Dr. Ir. H. @bang_dasco mencerminkan semangat rekonsiliasi dalam bingkai hukum dan persatuan nasional,” ujar Dede melalui akun X resminya, Jumat (1/8/2025).
Ia menyebut keputusan Presiden Prabowo sebagai bentuk kepemimpinan yang ingin merawat demokrasi sekaligus menjaga stabilitas bangsa. “Presiden @prabowo Subianto menunjukkan bahwa keadilan dapat berjalan seiring dengan upaya merawat demokrasi dan menyatukan bangsa,” lanjut Dede.
Dede juga menanggapi munculnya pro dan kontra atas kebijakan tersebut di tengah masyarakat. Ia meminta publik untuk melihat sisi positif dari langkah politik hukum yang ditempuh pemerintah. “Pro kontra dari pendukung hal yang biasa, ambil sisi positifnya,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong yang terjerat kasus dugaan korupsi impor gula. Selain itu, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang menjadi terdakwa kasus dugaan suap komisioner KPU, turut menerima amnesti.
Pengumuman resmi disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Kamis (31/7) malam. "Atas pertimbangan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap saudara Tom Lembong," ucap Dasco.
Ia juga menyebut bahwa pemberian amnesti mencakup total 1.116 orang, termasuk Hasto Kristiyanto.
"Kedua adalah pemberian persetujuan atas dan pertimbangan atas surat presiden nomor 42 tanggal 30 Juli 2025, tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, termasuk saudara Hasto Kristiyanto," kata Dasco.
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa keputusan ini telah melalui proses seleksi yang ketat, termasuk verifikasi administratif dan uji publik.
“Kementerian Hukum memang menyiapkan beberapa kasus diberi amnesti, yang pertama kali itu kurang lebih 44 ribu, tetapi setelah kami verifikasi, hari ini baru yang memenuhi syarat yakni 1.116,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa pengusulan belum berhenti di tahap pertama. “Nanti ada tahap kedua yang jumlahnya sebenarnya 1.668. Ini sudah kita lakukan verifikasi, sudah lakukan uji publik juga,” jelas Supratman.
Supratman menyebut bahwa kebijakan ini merupakan langkah politik hukum untuk menghentikan proses hukum secara sah.
“Yang namanya abolisi, maka seluruh proses hukum yang sedang berjalan itu dihentikan. Kalau kemudian nanti Presiden dengan atas dasar pertimbangan dari DPR itu kemudian menerbitkan Keputusan Presiden, dan kita bersyukur malam ini karena pertimbangan DPR-nya sudah disepakati fraksi-fraksi,” pungkasnya.