FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat Medsos, Ary Prasetyo, blak-blakan mengenai Indonesia yang disebut-sebut masuk dalam kategori negara gagal.
"Gawat, data ekonomi Indonesia masuk negara gagal?," kata Ary di X @Ary_PrasKe2 (3/8/2025).
Dikatakan Ary, salah satu kriteria Indonesia bisa masuk negara gagal secara sistemik karena rasio pembayaran utang dengan belanja layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan.
"Jika penerimaan pajak habis buat bayar utang, apalagi untuk bunga, investasi sumber daya manusia melorot," sebutnya.
Akibatnya, kata Ary, dalam jangka panjang, Indonesia tak sekadar terpuruk, tapi makin sulit bertahan sebagai negara berkembang.
Sebelumnya, pada era pemerintahan Presiden Jokowi, Indonesia telah menghadapi tantangan serius untuk menjadi negara maju pada 2045.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), menyuarakan kekhawatiran itu dalam laporan resmi yang mereka rilis belum lama ini.
Melalui dokumen bertajuk White Paper LPEM bagi Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat, terungkap bahwa cita-cita menjadi negara berpendapatan tinggi, adil, dan sejahtera pada momen 100 tahun kemerdekaan berpotensi gagal tercapai.
“Berdasarkan indikator dan perbandingan dengan sejumlah negara yang lebih dulu naik kelas, Indonesia belum memenuhi prasyarat penting untuk menyandang status negara berpendapatan tinggi,” tulis laporan LPEM FEB UI, dikutip Minggu (3/8/2025).
Disebutkan, negara-negara seperti Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Brasil, hingga China, telah memenuhi syarat ketika pertama kali masuk kelompok pendapatan menengah atas.
Sementara Indonesia dinilai masih tertinggal dari segi kesiapan ekonomi dan sosial.
LPEM FEB UI menyinggung bahwa pemerintah sebaiknya mengalihkan fokus dari ambisi mengejar status negara kaya, menuju program konkret seperti penanggulangan kemiskinan, pengurangan ketimpangan, serta pembangunan kelas menengah yang tangguh dan kreatif.
Pasalnya, realita di lapangan menunjukkan mayoritas rumah tangga di Indonesia masih dalam kondisi ekonomi rapuh. Bahkan, sekitar 12 persen hidup dalam kemiskinan yang berkepanjangan.
Lebih dari itu, banyak kelompok kelas menengah tak mampu naik kelas selama dua dekade terakhir, dan justru rentan mengalami kemunduran ekonomi.
Situasi juga diperburuk oleh pola pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
LPEM menyebut, pertumbuhan di periode pertama bersifat inklusif, namun berbalik menjadi non-inklusif pada periode kedua.
LPEM mengingatkan, tanpa pembenahan strategi kebijakan, mimpi Indonesia Emas 2045 bukan hanya sulit tercapai, namun bisa sepenuhnya lenyap dari genggaman. (Muhsin/fajar)