Ramai Bendera One Piece, Netizen: Sekarang Giliran Rakyat Bersuara Melawan Tirani

  • Bagikan
Tangkapan Layar soal Fenomena One Piece

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Agustus setiap tahun menjadi bulan dimana masyarakat ramai-ramai mengibarkan bendera merah putih. Pengibaran bendera itu sebagai bentuk perayaan Kemerdekaan RI.

Namun pada 2025 ini, fenomena pengibaran Bendera Merah Putih disertai dengan pengibaran bendera bergambar tengkorak One Piece. Banyak pihak menilai, fenomena itu sebagai bentuk kritikan terhadap pemerintah saatini.

Atas fenomena itu, banyak respons yang muncul di tengah masyarakat dengan argumen masing-masing. Intinya, respons masyarakat umumnya bernada kritis yang ditujukan kepada pemerintah.

"Sekarang giliran rakyat bersuara melawan tirani. Jgn heran jika Agustus besok byk bendera One Piece ikut berkibar. MERDEKA‼️🇲🇨✊," begitu ciutan pemilik akun Rahma Baftim di media sosial X.

Uniknya, di tengah fenomena itu, pengusaha sablon pun ikut mendapat order banyak untuk pembuatan bedera One Piece tersebut.

Ada juga yang memperlihatkan pengibaran Bendera Merah Putih, dimana bendera kebangsaan Indonesia dikibarkan lebih tinggi sementara bendera one piece dikibarkan lebih rendah.

"Merah putih diatas, one piece di bawah. Tetap cinta dengan negaranya, Tapi tidak dengan pemerintahnya. Merah putih terlalu suci di negara yg rusak," begitu ciutan netizen merespons pengibaran bendera tersebut.

"Fenomena Bendera One Piece Jelang HUT RI Ke 80: Sebagai Simbol Matinya Keadilan Dan Kekuasaan Yang Korup," tambahnya.

Menteri HAM, Natalius Pigai turut angkat suara terkait fenomena yang ramai di tengah masyarakat tersebut. Dia menyebut, dalam hukum HAM Internasional, ada dua otoritas yang diberikan kepada tiap negara untuk menentukan sikap atau ambil sikap sendiri yakni soal Integritas Nasional dan Stabilitas Negara.

Dia menyebut, jika mengibarkan bendera one piece sejajar dengan Merah Putih di Hari Besar Proklamasi Kemerdekaan, dianggap melanggar hukum sebagai bentuk makar, maka pengibaran bendera one pice bisa dilarang tegas.

"PBB dan Dunia akan menghargai karena sejalan dengan Kovenan PBB tentang Hak Sipil dan Politik UU No 12 tahun 2005," kata tulis Natalius Pigai dilansir dari akun media sosialnya. (fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan