Sidang Permohonan PKPU Dahlan Iskan Terhadap PT Jawa Pos
FAJAR.CO.ID, SURABAYA - Dahlan Iskan mendatangkan Teddy Anggoro, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, sebagai ahli dalam sidang permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap PT Jawa Pos di Pengadilan Niaga Surabaya kemarin (4/8).
Teddy dalam keterangannya mengatakan bahwa permohonan PKPU tidak bisa diajukan oleh satu kreditur saja. "Menurut undang-undang tidak bisa karena itu (kreditur lebih dari satu) syarat PKPU," kata Teddy.
Menurut Teddy, untuk membuktikan bahwa termohon PKPU memiliki kreditur lain selain pemohon, pihak pemohon PKPU tidak cukup hanya mengajukan bukti-bukti tertulis saja. Bukti tertulis itu harus dikuatkan dengan saksi fakta yang dihadirkan dalam persidangan. Hal itu untuk menghindari adanya kreditur fiktif.
"Kalau tidak ada bukti apapun, tidak nyata utang itu. Untuk menghindari jangan ada kreditur fiktif ya boleh (saksi fakta dihadirkan dalam persidangan)," tutur Teddy.
Teddy mengatakan bahwa pengertian utang cukup luas. Tidak ada batasan mengenai jenis utang yang bisa diajukan dalam permohonan PKPU. Meski begitu, dia menegaskan bahwa utang yang ditagihkan harus jelas. "Utangnya mesti solid dulu," katanya.
Sementara itu, pengacara PT Jawa Pos E.L. Sajogo mengatakan bahwa dalam permohonan PKPU, pihak Dahlan Iskan tidak pernah menghadirkan saksi fakta untuk memperkuat dalilnya jika PT Jawa Pos memiliki utang dividen kepadanya. Dahlan justru mengajukan ahli.
"Permohonan PKPU itu dasarnya harus sederhana. Dengan adanya ahli justru semakin menunjukkan bahwa permohonan PKPU yang diajukan bukan permohonan yang sederhana," kata Sajogo.
Selain itu, keterangan ahli justru semakin memperkuat dalil PT Jaws Pos selaku termohon. Yaitu, PKPU harus diajukan minimal oleh dua kreditur. Jika pemohon mendalilkan ada kreditur lain, tetapi kreditur yang dimaksud secara tegas membantah punya tagihan terhadap termohon, maka permohonan tersebut tidak bisa dikabulkan.
Menurut Sajogo, ahli juga sepakat bahwa utang dividen harus tercatat dalam risalah rapat umum pemegang saham (RUPS). "Kalau tidak ada dalam risalah RUPS maka itu bukan utang," tambahnya. Sajogo menegaskan bahwa PT Jawa Pos tidak memiliki utang dividen sebagaimana yang didalilkan Dahlan.
Dahlan dalam permohonan PKPU menagih utang dividen Rp 54 miliar terhadap PT Jawa Pos. Pengacara Dahlan, Boyamin Saiman mengatakan bahwa pengertian utang semakin berkembang. Versinya, dividen yang belum dibayar juga bisa dianggap sebagai utang.
"Kami membuktikan bahwa dividen haknya Dahlan Iskan yang 20 persen itu diminta yang penagihannya melalui PKPU. Soal kreditur lain karena itu kewajiban nanti dalam kesimpulan akan kami buktikan," tutur Boyamin. (gas)