Buntut Abolisi dan Amnesti, Pengamat: Bukan Berarti Membuat Kubu Anies atau Hasto PDIP Tidak Buas Lagi

  • Bagikan
Anies Baswedan memberi selamat kepada atas dilantiknya Prabowo Subianto sebagai Presiden RI ke-8

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Pakar politik Universitas Hasanuddin, Prof Sukri Tamma menilai dibalik pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto, Prabowo tentu berharap PDIP bisa bergabung menjadi pendukung pemerintah.

"Kita lihat beberapa hari kemudian (setelah Hasto mendapat amnesti) Ibu Mega yang terpilih lagi menjadi ketum PDIP, memberikan arahan untuk mendukung pemerintahan Prabowo. Tetapi saya tidak menganggap ini sebagai tukar menukar, meski bagaimana pun juga akan tetap ada konsekuensi politik," kata Sukri, Minggu (3/8/2025).

Namun soal investasi politik, ini bisa saja menjadi motif atau langkah awalnya.

Sebab kata dia, di tahap awal Prabowo sedang mencoba membuat situasi politik menjadi lebih harmonis.

Melalui abolisi dan amnesti, itu dianggap sebagai senjata ampuh untuk merangkul dua mantan rival menjadi kubu pendukungnya hingga masa mendatang.

"Jadi di antara semua pihak, Pak Prabowo sepertinya mencoba berdiri di tengah-tengah. Keputusan ini saya anggap sebagai upaya menjaga harmoni di antara polar-polar politik yang kelihatan saat ini. Kalau itu bisa dijaga dengan baik, tentu akan menjadi modal juga di 2029," terangnya.

Namun begitu, kondisi ini tidak serta merta membuat pihak oposisi dilemahkan. Justru dengan membebaskan Tom Lembong dan Hasto, ini dianggap seperti perjudian.

Tom yang saat ini dekat dengan Anies tidak menegaskan akan berada dalam gerbong yang sama dengan Prabowo.

Hasto juga sama. Dalam posisi yang awalnya menjadi lawan politik, pengampunan hukum ini tidak bisa dianggap mampu untuk membuat mereka (PDIP) jinak begitu saja. Sebab dalam politik, kepentingan akan selalu berdekatan dengan tujuannya sendiri.

"Jadi bukan berarti ini membuat kubu Pak Anies atau pun Pak Hasto (PDIP) tidak buas lagi. Tentu akan kita lihat konteks selanjutnya nanti. Tetapi apakah ini mematikan oposisi, saya rasa tidak juga. Karena ini kan tetap ada kepentingan politik 2029, PDIP dan kubu Pak Anies belum tentu mau dengan perjanjian yang dibuat saat ini," tuturnya.

Tetapi paling tidak, kata Sukri, kebijakan ini diambil sebagai bentuk penegasan bahwa kepentingan yang didahulukan oleh Prabowo adalah kepentingan rakyat. Sebab, selama ini rakyat melihat posisi Tom Lembong tidak bersalah dan dihukum, kemudian Prabowo mengambil kebijakan yang senada dengan persepsi masyarakat.

"Jadi meski diberi pengampunan oleh Pak Prabowo, tidak berarti sudah sejalan sepenuhnya. Bisa saja jika ada kebijakan yang merugikan rakyat, saya rasa kubu PDIP dan Pak Anies juga akan tetap berada di pihak masyarakat selaku oposisi," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI dari Partai Gerindra Habiburokhman, menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto bukan suatu kebijakan istimewa. Bukan juga soal hukum semata, melainkan pelaksanaan hak prerogatif Presiden RI sesuai dengan konstitusi.

Ia menegaskan, Pasal 14 UUD 1945 secara jelas memberikan kewenangan kepada presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi.

"Presiden Prabowo dalam hal ini menjalankan hak konstitusionalnya sebagai kepala negara," tegas Habiburokhman.

Terkait dua nama tokoh politik yang belakangan menyita perhatian publik, yakni Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, Habiburokhman menjelaskan bahwa keduanya tidak melakukan tindak pidana yang memperkaya diri atau merugikan keuangan negara.

“(Di kasus Tom Lembong) Mens rea-nya tipis sekali. Tidak ada aliran dana, tidak ada kerugian negara. Bahkan (di kasus Hasto Kristiyanto), obstruction of justice juga tidak terbukti. Jadi, dari perspektif hukum, dua kasus ini tidak signifikan,” paparnya. (Pram/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan