FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Tudingan mantan Presiden Jokowi mengenai adanya orang besar di balik kasus dugaan ijazah palsu berbuntut panjang.
Pengacara Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinudin mengatakan bahwa pihaknya merasa tidak terima dan melayangkan somasi kepada Jokowi.
Ahmad yang juga merupakan Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis, mengatakan bahwa pihaknya telah mengirim surat somasi via pos kepada Jokowi.
Surat itu ditujukan ke alamat Jokowi, Jalan Kutai Utara, RT 08 RW 07, Kelurahan Sumber, Kecamatan B anjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, pada Kamis (31/7/2025) lalu.
"Menurut estimasi pos, semestinya surat somasi telah diterima oleh Presiden RI ke-7 di kediamannya," kata Ahmad kepada fajar.co.id, Senin (4/8/2025).
Dikatakan Ahmad, dalam somasi itu pihaknya meminta kepada Jokowi agar mencabut pernyataannya yang sempat heboh itu.
"Kami meminta Jokowi mencabut pernyataan ada orang besar dibalik perjuangan klien kami sekaligus meminta maaf secara terbuka dihadapan publik," sebutnya.
Apabila Jokowi tidak mencabut pernyataan dan meminta maaf secara terbuka, kata Ahmad, maka ia akan mempertimbangkan untuk mengambil upaya hukum baik secara perdata maupun pidana.
"Dampak pernyataan tidak bertanggung jawab, yang disampaikan Jokowi sudah merusak kohesi sosial dan politik bangsa. Sejumlah tokoh saling tuding, saling berburuk sangka," imbuhnya.
Kata Ahmad, Partai Demokrat yang merasa memenuhi kriteria orang besar dan partai berwarna biru, telah memberikan bantahan terbuka.
"Padahal, problemnya sederhana. Saudara Jokowi bukan dilarang mengeluarkan statemen ada orang besar dibalik kasus ijazah palsu. Hanya saja, semestinya dia tunjuk hidung siapa orangnya," cetusnya.
"Dalam sejumlah pernyataan, saya menyinggung dan mempertanyakan, apakah yang dimaksud orang besar itu adalah Aguan? Anthony Salim? Atau SBY?," tambahnya.
Ia menegaskan bahwa masalah tersebut akan selesai jika Jokowi menyebut nama orang besar yang dimaksud.
"Jokowi mencabut pernyataan dan meminta maaf secara terbuka kepada publik. Pilihan kedua ini, yang kami dorong karena kami yakin Jokowi tidak akan punya keberanian untuk tunjuk hidung," tukasnya.
Ahmad tidak berhenti di situ, ia menyinggung saat polisi merilis 12 nama terlapor kasus pencemaran dan fitnah, Jokowi tidak berani sebut satu pun nama orang yang dilaporkannya.
"Jokowi berdalih hanya melaporkan peristiwa. Padahal, delik aduan pencemaran dan fitnah itu harus spesifik. Namanya, harus muncul dari pihak yang merasa dicemarkan dan difitnah. Bukan polisi, yang merasa menjadi Jokowi lalu menetapkan 12 nama yang mencemarkan Jokowi," timpalnya.
(Muhsin/fajar)