FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan anggota DPR RI dan sejumlah pejabat istana yang menilai pemasangan bendera one piece sebagai ancaman bahkan disebut makar kini terus menggelinding.
Bahkan, sejumlah diaspora Indonesia yang kini bekerja di luar negeri turut mengkritik tajam pernyataan para pejabat. Salah satunya dari Dimas Budi Prasetyo.
"Kenapa sih pejabat-pejabat ini denial sekali dan gampang banget mikir buruk ke rakyatnya? Ekspresi atau pendapat rakyat, selalu saja dikaitkan dengan sesuatu yang nggak ada hubungannya," tulis Dimas, dikutip dari unggahannya di Facebook, Selasa (5/8/2025).
Tren bendera One Piece ini nggak cuma ramai di media sosial, tapi benar-benar terjadi di dunia nyata dan cukup masif.
"Makar? Provokasi? Pak, Bu, mereka yang ngibarin bendera One Piece itu mayoritas rakyat kecil. Rakyat kecil itu yang dipikirin apa sih? Mereka hanya mikir soal hidup tenang. Nyari nafkah nggak sulit, bisa makan, pendidikan anak-anaknya terjamin baik," sambung Dimas.
Makar? Provokasi? Kejauhan. Bendera One Piece itu hanya ekspresi kekecewaan, karena bendera Merah Putih sekarang tak lagi menggambarkan keadaan Indonesia yang merdeka.
"Kita memang sudah puluhan tahun merdeka dari penjajahan asing secara fisik dan terbuka. Tapi, ekspresi kekecewaan yang ini itu, adalah bentuk bahwa ternyata hari ini rakyat masih terjajah. Bukan oleh bangsa lain, tapi oleh bangsanya sendiri," urai Dimas.
Kekayaan alam luar biasa, tapi 80% lebih pendapatan negara dari pajak. Sumber daya alam yang seharusnya hak semua rakyat, hanya dinikmati segelintir oligarki. Pajak yang lebih 80% itu, mayoritas penopangnya adalah rakyat kelas menengah ke bawah.