Rebut dan Eksekusi Kedaulatan Pangan Sekarang, Bukan Ketahanan Pangan

  • Bagikan
Ilustrasi pangan (Foto: Fachrul Rozi)

Oleh: Zuli Hendriyanto Syahrin
(Pemerhati Ekonomi, Alumni HMI)

Narasi "Ketahanan Pangan" di Indonesia selama ini telah menjadi kalimat jebakan yang berulang dan merugikan bangsa kita. Istilah ini, menurut pandangan saya, hanyalah ilusi stabilitas yang mengamankan pasokan pangan melalui jalan pintas paling pragmatis, yaitu impor.

Sebaliknya, "Kedaulatan Pangan" adalah hak mutlak bangsa Indonesia untuk secara mandiri menentukan dan mengendalikan sistem pangan dari hulu ke hilir. Ini adalah tentang kemandirian, martabat, dan kemampuan kita untuk memproduksi pangan sendiri, tanpa tunduk pada intervensi pasar global atau ketergantungan impor. Ini adalah amanat dalam pembukaan UUD 1945 untuk menjadi Negara Berdaulat.

Data menunjukkan, ketergantungan kita pada impor terus meningkat. Impor gandum, misalnya, melonjak dari 7,4 juta ton pada 2016 menjadi 12,8 juta ton pada 2022, Badan Pusat Statistik (BPS). Hal ini menjadikan Indonesia importir gandum terbesar kedua di dunia (Global Trade Atlas, 2023). Kondisi ini diperparah dengan impor beras yang terus berulang, bahkan ketika produksi domestik mencukupi. Pada 2023, Indonesia mengimpor 3,06 juta ton beras, jumlah tertinggi dalam lima tahun terakhir (BPS), meskipun klaim produksi dalam negeri meningkat.

Impor komoditas lain seperti kedelai (sekitar 2,4 juta ton pada 2022 dengan nilai $1,7 miliar USD) dan jagung (sekitar 1,7 juta ton pada 2023) juga merugikan petani domestik (BPS, Kementerian Pertanian). Impor jagung sering dilakukan saat harga jagung lokal sedang rendah, bertentangan dengan Pasal 27 UU No. 18 Tahun 2012 yang mengamanatkan penetapan harga acuan yang menguntungkan petani. Impor kedelai yang mencapai sekitar 90% kebutuhan nasional juga memukul UMKM produsen tahu dan tempe saat harga global bergejolak, yang berpotensi melanggar Pasal 14 UU No. 18 Tahun 2012 yang mengamanatkan Pemerintah untuk menjamin ketersediaan pangan yang merata.

Dengan demikian, sudah saatnya kita bergeser dan melakukan perubahan besar menuju Kedaulatan Pangan sejati. Ini bukan hanya soal mengisi perut rakyat, tetapi tentang kemampuan esensial untuk mengendalikan nasib pangan secara utuh dan mandiri, sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) dan (3) serta UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Di bawah Kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto, Pemerintah melalui tiga pilar utama, Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional (BAPANAS), Holding BUMN ID FOOD, dan bersama KADIN Indonesia, harus berani keluar dari zona nyaman birokrasi reaktif dan segera bertindak sebagai eksekutor kedaulatan pangan, bukan hanya menjadikan ketahanan pangan sebagai pemanis wacana.

Peran Vital Pilar Kedaulatan Pangan

Kementerian Pertanian sebagai Perancang Utama, Bukan memadamkan kebakaran

Kementerian Pertanian (Kementan) seharusnya menjadi perancang dan konseptor perubahan besar kedaulatan pangan. Namun, Kementerian ini sering kali terlihat hanya sibuk mengurus masalah musiman dan reaktif.

Subsidi pupuk sering tidak tepat sasaran, meninggalkan celah sistemik. Contohnya, pada awal 2024, banyak petani di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan daerah lainnya mengeluhkan kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi akibat regulasi baru berbasis digital (Permentan No. 10 Tahun 2022), yang memicu protes (Kompas & Tempo, Maret-April 2024) dan berpotensi melanggar Pasal 15 UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Selain itu, data produksi yang tumpang tindih dan tidak akurat (produksi padi 2020 mencapai 31,31 juta ton, jauh di bawah target yang ditetapkan, berdasarkan Statistik Pertanian BPS 2020) sering menjadi dasar kebijakan impor yang masuk saat panen raya, langsung menjatuhkan harga jual petani. Ini jelas bertentangan dengan Pasal 17 UU No. 18 Tahun 2012 yang mengamanatkan pemerintah untuk melindungi petani.

BAPANAS sebagai Nakhoda Tunggal yang Harus Bertaring

BAPANAS diciptakan untuk menjadi nakhoda tunggal dalam tata kelola pangan nasional, sesuai amanat Pasal 126 UU No. 18 Tahun 2012 dan diperkuat oleh Perpres No. 66 Tahun 2021. Namun, kewenangannya sering tumpang tindih dengan kementerian lain, membuatnya tidak bisa bergerak efektif, yang bertentangan dengan semangat integrasi dalam Perpres tersebut. Kemenko Perekonomian harus bertindak sebagai "dirigen" untuk menyelaraskan kewenangan ini.

BAPANAS harus berani mengambil alih kontrol penuh atas seluruh rantai tata niaga, menjadi wasit tegas terhadap spekulan dan mafia pangan (Pasal 127 UU No. 18 Tahun 2012), dan menasionalisasi rantai distribusi jika diperlukan, sesuai mandat Perpres No. 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah.

Holding BUMN ID FOOD sebagai Integrator dan Stabilisator, Bukan Agregator

Holding BUMN ID FOOD, yang dibentuk berdasarkan PP No. 68 Tahun 2021, harus meninggalkan mentalitas korporasi yang hanya berorientasi profit jangka pendek. Sesuai arahan Kementerian BUMN dan PP No. 72 Tahun 2021, misi utamanya adalah menjadi integrator dan stabilisator pangan nasional. ID FOOD tidak boleh hanya menjadi agregator produk pihak ketiga, tetapi harus berinvestasi besar-besaran untuk membangun infrastruktur dari hulu ke hilir.

Dengan menjadi pemain dominan, ID FOOD dapat mendikte harga yang adil bagi petani dan terjangkau bagi konsumen, serta memutus mata rantai spekulan (Pasal 33 UU No. 18 Tahun 2012). Meskipun telah memiliki 1.088 gudang (id food 2024), total kapasitasnya (sekitar 1,3 juta ton) masih jauh dari kebutuhan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) ideal 3 juta ton, sesuai arahan BAPANAS dalam Rapat Koordinasi Pangan 2024.

KADIN Menjadi Eksekutor Kedaulatan Pangan

Untuk mewujudkan kedaulatan pangan, peran konkret dan transformatif dari pengusaha pejuang di KADIN Indonesia sangat dibutuhkan. KADIN, sebagai wadah resmi pengusaha Indonesia (UU No. 1 Tahun 1987), harus menjadi arsitek perubahan.

KADIN perlu mengarahkan anggotanya untuk berinvestasi di sektor pangan, mulai dari lahan pertanian, bibit unggul, hingga teknologi pascapanen dan distribusi, sejalan dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Para pengusaha KADIN juga harus menjalin kemitraan strategis dengan petani, yang mencakup transfer teknologi, pendampingan, dan jaminan pembelian hasil panen dengan harga menguntungkan, sejalan dengan semangat UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM.

Solusi Percepatan Kedaulatan Pangan

Untuk mewujudkan kedaulatan pangan, kolaborasi ketiga pilar ini, bersama KADIN sebagai arsitek perubahan membutuhkan langkah-langkah konkret:

  1. Bangun Terus Sistem Data Tunggal Pertanian (SDTP) terintegrasi, transparan, dan tidak dapat dimanipulasi, dikelola secara independen. Data produksi, stok, dan kebutuhan harus bisa diakses secara real-time dan menjadi dasar tunggal setiap kebijakan, menghapus segala bentuk manipulasi data. SDTP ini harus sesuai dengan Perpres No.39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.
  2. Alihkan fokus Kementerian Pertanian dari sekadar regulator menjadi fasilitator dan investor. Kementerian harus berani menginvestasikan anggaran untuk riset dan pengembangan varietas unggul tahan iklim, teknologi pertanian modern, dan infrastruktur irigasi andal, sejalan dengan UU No.19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
  3. Berikan BAPANAS kewenangan penuh dan independen untuk mengendalikan tata niaga pangan, termasuk hak untuk menindak tegas pelaku spekulasi dan memveto kebijakan impor yang merugikan petani. BAPANAS harus menjadi wasit tegas terhadap para spekulan dan mafia pangan, sesuai dengan amanat Perpres Nomor 66 Tahun 2021.
  4. Dorong ID FOOD menjadi Pemimpin dalam menciptakan ekosistem pangan terintegrasi. Mereka harus berinvestasi pada infrastruktur hulu-hilir, bukan hanya menjadi agregator, sejalan dengan mandat Kementerian BUMN dan PP No.72 Tahun 2021.
  5. Berikan insentif langsung kepada petani yang menerapkan praktik pertanian berkelanjutan, serta jaminan harga dasar yang menguntungkan dan adil, sesuai dengan Pasal 27 UU No.19 Tahun 2013.
  6. Fasilitasi dan dorong pembentukan koperasi petani kuat dan mandiri. Koperasi ini harus menjadi mitra utama ID FOOD dan Kadin dalam pengadaan dan distribusi hasil panen, memastikan petani mendapatkan keuntungan maksimal, sesuai dengan UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
  7. Bangun lumbung pangan dan fasilitas pascapanen yang modern dan terintegrasi di setiap sentra produksi. Hal ini akan secara signifikan mengurangi food loss dan food waste di Indonesia yang mencapai 23-48 juta ton per tahun (periode 2000-2019) menurut info, setara dengan kerugian ekonomi Rp213-551 triliun per tahun, yang dapat diatasi dengan infrastruktur yang memadai (Bappenas dan The Economist Intelligence Unit)
  8. Ciptakan platform digital yang menghubungkan langsung petani dengan ID FOOD, Kadin, dan konsumen, memotong peran tengkulak dan spekulan, sejalan dengan Program Pemerintah tentang ekonomi digital yang diatur dalam Perpres No.95 Tahun 2018.
  9. Tingkatkan program edukasi dan pendampingan teknis kepada petani mengenai teknologi pertanian, manajemen keuangan, dan diversifikasi produk, sejalan dengan Pasal 39 UU No.19 Tahun 2013.
  10. Pastikan anggaran dari ketiga lembaga ini tersinkronisasi, dan dorong investasi swasta dari Kadin untuk difokuskan pada program-program mendukung kedaulatan pangan, sesuai dengan UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
  11. Kembangkan sistem perdagangan pangan transparan dan adil, di mana petani bisa mendapatkan informasi harga secara real-time dan melakukan transaksi tanpa perantara yang merugikan, sesuai dengan UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
  12. Bentuk kebijakan pangan nasional jangka panjang yang mengikat, tidak berganti setiap kali ada pergantian Pimpinan. Hal ini memberikan kepastian bagi petani, investor, dan pengusaha di sektor pangan, sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Percepatan Indonesia Berdaulat di bidang Pangan

Ketergantungan pada impor menjadikan "Ketahanan Pangan" di Indonesia ilusi. Sebuah keharusan untuk beralih ke "Kedaulatan Pangan".

Di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto, perubahan ini memerlukan kolaborasi aktif antara Kementerian Pertanian, BAPANAS, ID FOOD, dan KADIN sebagai arsitek perubahan. Tujuannya adalah menciptakan sistem pangan yang mandiri, adil bagi petani, dan stabil bagi Bangsa Indonesia, demi percepatan Indonesia berdaulat di bidang pangan, sesuai amanat konstitusi. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan