FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) asal Madura, Islah Bahrawi angkat suara terkait narapidana 1,5 tahun, Silfester Matutina yang tidak kunjung dieksekusi pihak kejaksaan.
Islah Bahrawi merasa heran dengan kasus pidana yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap namun tidak dieksekusi jaksa. Ironisnya, status narapidana itu sudah berjalan beberapa tahun.
"Kasus pidana Silfester sudah inkrah. Divonis penjara 1.5 tahun tapi tak kunjung dieksekusi sejak 2019," kata Islah Bahrawi dikutip dari lama media sosialnya, Selasa (5/8).
Yang menjadi aneh menurut Islah Bahrawi karena terpidana tersebut tidak sedang melarikan diri atau bersembunyi dari kejaran aparat hukum. Terpidana bahkan dengan santai melang melintang di hadapan publik baik melalui program televisi maupun di media sosial.
"Kejaksaan mendiamkan, padahal terpidana malang melintang di tivi dan medsos. Aneh!," tandas Islah Bahrawi.
Padahal menurut Islah Bahrawi, sejatinya seorang terpidana yang ketika tidak menjalani penahanan pada saat proses hukum berjalan, maka aparat hukum dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki kewajiban untuk melakukan penahanan atau penangkapan ketika sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Karena itu, Islah Bahrawi merasa ada hal yang janggal dalam penanganan kasus pidana terhadap Silfester Matutina. Apalagi, tokoh pendukung setiap mantan Presiden Jokowi itu kini juga menjabat sebagai komisaris pada salah satu BUMN.
Karena keanehan itu, Islah Bahrawi mendorong aparat terkait untuk melakukan pengusutan terkait kemungkinan adanya permainan hukum dalam kasus tersebut.
"Selain wajib ditangkap, pihak Kejaksaan juga harus diusut. Bisa jadi ada oknum yang bermain," tandas Islah Bahrawi.
Diketahui, Silfester dilaporkan Bareskrim Polri dengan nomor laporan LP/554/V/2017/Bareskrim tertanggal 29 Mei 2017, karena orasinya pada 15 Mei 2017, yang menyebtu JK menjadi akar permasalahan bangsa.
Dia menuding JK terlalu berambisi secara politik sehingga bersedia jadi wapres Jokowi pada 2019 lalu. Selain itu, dia juga menuduh JK menggunakan isu rasis dengan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.
Yang paling parah, Silfester menyebut JK memperkaya keluarganya dengan cara korupsi, nepotisme. Atas tudingan itu, dia dijerat Pasal 310 dan 311 KUHP. Singkatnya, dia divonis penjara 1,5 tahun dan sudah berkekuatan hukum tetap. (fajar)