Kasus Helikopter AW-101, Panglima TNI Juga Harus Diperiksa

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai yang pertama kali menyampaikan adanya tindak pidana korupsi dalam pembelian helikopter AW-101 oleh TNI Angkatan Udara, Panglima TNI juga seharus diperiksa penyidik.
Dalam pernyataan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi pada 26 Mei 2017 lalu, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan indikasi kerugian negara dalam kasus itu mencapai Rp 220 miliar.
"Berdasarkan azas hukum actori incumbit probatio, maka panglima TNI pada saat membuat laporan pidana di KPK dan Pom TNI wajib terlebih dahulu membuktikan kerugian negara berdasarkan dokumen audit investigatif dari BPK. Maka itu kami mendesak agar panglima TNI harus dimintai keterangannya karena beliaulah yang pertama kali menyampaikan ke publik adanya kerugian negara dalam kasus ini," jelas Santrawan T. Paparang selaku kuasa hukum Marsekal Pertama TNI Fachry Adami dalam keterangannya, Selasa (15/8/2017).
Menurut Paparang, jika pada saat laporan dibuat oleh Gatot dan yang bersangkutan belum memiliki bukti hukum yang sah, maka laporan tersebut cacat hukum dan sangat prematur. Sebab, akibat pernyataan Gatot kasus itu bergulir, bahkan sudah menetapkan lima tersangka dari TNI AU, salah satunya Marsma Fachry Adami. Tersangka lainnya adalah Marsekal Muda TNI SB yang pernah menjabat Asisten Perencana Kepala Staf Angkatan Udara. Ada juga Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) TNI AU Kolonel Kal FTS SE, Letkol Adm TNI WW, serta Pembantu Letnan Dua (Pelda) SS.
Paparang melanjutkan, jika merujuk Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4/2016, seharusnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga resmi audit negara yang mengumumkan adanya kerugian negara.