Akumindo: Kebijakan Impor Singkong Cekik Petani Lokal

FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menyoroti kebijakan impor ketela atau singkong dari Thailand dan Vietnam oleh pemerintah. Kebijkan impor ni dianggap "ngawur" disaat petani ketela dalam negeri justru mengalami surplus.
Kabupaten Pati Jawa Tengah misalnya, adalah daerah penghasil singkong yang sekarang produksinya sangat surplus. "Saya mensinyalir kebijakan ini adalah permainan dari para kartel ketela di Indonesia," kata Ketua Umum Ukumindo Ikhsan Ingratubun kepada fajar.co.id, Kamis 7 September 2017.
Untuk itu, karena surplus, justru pemerintah harus menyerap semua produksi ketela dari petani di Indonesia.
Dengan adanya kebijakan impor singkong, membuat ratusan petani singkong di Kabupaten Pati, merugi hingga miliaran rupiah akibat anjloknya harga di pasaran.
Mereka kini hanya bisa pasrah, sambil menunggu kebijakan pemerintah menstabilkan harga. Sejak anjloknya harga singkong di pasaran, tiga bulan terakhir ini, petani ketela di Pati rata-rata merugi antara Rp10 juta sampai Rp21 juta per hektarenya.
Ketua Asosiasi Petani Singkong Pati, Beni Nurhadi mengatakan, anjloknya harga singkong di pasaran Rp 650 per kg dikarenakan impor tepung tapioka dari Vietnam.
"Pada tahun 2015 impornya hanya 24 ribu ton, Januri-April. Tapi pada 2016 awal ini, impornya meledak hingga empat kali lipat. Selain impor, terjadi over supply. Karena memang harga di 2015 itu, per kilogramnya bisa mencapai Rp 2500, bahkan ada yang Rp 2600," tutur Beni Nurhadi.
Selain impor dan over suplai, kata Ketua Asosiasi Petani Singkong Pati, Beni Nurhadi, mekanisme harga pasar, dan tidak adanya tata niaga yang memberi perlindungan terhadap Harga Pokok Pembelian (HPP) minimal, turut memperparah harga singkong anjlok.