Cerita di Balik Teror Tusuk Ban yang Bikin Resah Warga

  • Bagikan
JL tertidur di dapur beralaskan papan berlubang. Di ujung kakinya beberapa ember tempat dua kak adik itu menyimpan air. Tidak ada bak mandi atau tempat penampungan air yang besar. "Dia masih sakit kepalanya. Makanya saya belikan obat," ujarnya seraya memanggil sang adik. Suara UD yang tegas berubah lembut. Sejenak JL mengangkat kepalanya, tersenyum pada UD dan menatap Radar Banjarmasin. Wajahnya pucat, matanya sayu. Kurus, terkesan tidak merawat penampilan. Rambut gondrongnya tipis, kusut tak tertata. Saat hendak duduk, Radar Banjarmasin memintanya tetap berbaring, karena tubuhnya terlihat lemah. Tidak ada kata terucap dari JL. Ketika kepalanya kembali dia atas bantal, matanya ikut terpejam. JL memang tidak seperti orang normal. Begitu kesan sepintas yang Radar Banjarmasin dapatkan. Sang kakak yang sedari tadi tegas, dan sesekali menumpahkan kekesalannya kepada para pelaku pemukulan adiknya, saat itu tampak lebih tenang. Sorot mata dan raut wajahnya memancarkan kesedihan. UD pelan mengatakan, dia merasa malu foto adiknya sudah viral di sosial media. "Malu saya. Tapi kenapa harus dipukul, buktinya juga tidak ada. Kan bisa diikat saja, baru dibawa ke kantor polisi. Dia juga manusia, sama seperti yang lain," lirihnya. Ditanya apa keinginannya, UD mengaku agar para pelaku pemukulan sudi setidaknya bertanggung jawab. "Saya tidak mau macam-macam. Cuma tolong saja, saya harus beli obat," ucapnya. Usai berbincang dengan UD, Radar Banjarmasin menemui Rusdiansyah pemilik mebel di JL Agus Salim. Tukang kayu itu mengatakan, JL pernah kerja di tempatnya. Dia membenarkan, JL tidak seperti normalnya manusia kebanyakan. "Seperti banyak pikiran," ujarnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan