Abraham Samad Sebut Usulan Wiranto Bisa Menciderai Proses Demokrasi

FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyatakan penundaan pengumuman status tersangka kepada calon kepala daerah, menimbulkan mudarat.
Pasalnya, hal itu bisa berdampak buruk dan menciderai proses demokrasi yang berjalan.
"Penegakan hukum itu tidak bisa ditunda karena ada perhelatan politik seperti pilkada. Ada dampak atau impact yang konsekuensinya mudaratnya lebih besar," ungkap Abraham dalam diskusi bertajuk Korupsi, Pilkada dan Penegakan Hukum di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/3).
Samad juga mengkhawatirkan jikalau penundaan pengumuman cakada yang terindikasi korupsi dikabulkan, tersangka bisa melenyapkan alat bukti.
Imbasnya, kepercayaan masyarakat terhadap kepala daerah juga menjadi buruk.
"Bupati terpilih, Gubernur terpilih lalu dilantik di lembaga pemasyarakatan. Tidak ada negara yang seperti ini. Ini kan merusak peradaban," ujarnya.
Wacana ini sebelumnya dilontarkan Menkopolhukam, Wiranto. Wiranto ketika itu menyarankan agar KPK menunda penetapan tersangka calon kepala daerah, sampai kontestasi Pilkada rampung.
Kemudian, Samad juga mengaku saat masa kepemimpinannya pernah membuat survey terhadap pilkada dan pilgub seluruh Indonesia.
" 90 persen berlangsung tidak fair. Sepuluh persen fair, itupun karena money politic," tuturnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyayangkan pernyataan yang dilontarkan oleh Wiranto.
Menurutnya, hukum tidak boleh disamaratakan dengan proses politik lantaran memiliki proses dan prosedur berbeda.
"Kalau sampai proses hukum atas para tersangka ini ditunda hanya karena dia calon kepala daerah, maka ini memperlihatkan secara telanjang mata adanya diskriminasi," jelasnya.
Dilain itu, Titi juga tidak setuju perihal pernyataan Agus Rahardjo yang mengatakan ada cakada yang akan jadi tersangka.
Kalo hal tersebut sudah dilontarkan ke masyarakat, dia mengibaratkan bak 'trailer' film layar lebar. Sebab, KPK seharusnya langsung saja mengumumkan seseorang sebagai tersangka jika alat bukti sudah mencukupi.
"Saya juga tidak setuju kalau proses penegakan hukum itu pakai trailer atau teaser. Misal begini, 90 persen dari 34 kepala daerah itu sudah lengkap proses penyidikannya dan segera diumukan. Ya penegakan hukum itu jangan dipercepat, diperlambat ya normal saja. Kalau sudah cukup alat bukti umumkan, kalau belum nggak usah seperti film, ada trailer," tutup dia. (Fajar/JPC)