Teroris Musuh Bersama, Jangan “Islamophobia” Kemudian!

"Kalau pelaku terorisme seperti ini itu mereka tidak beragama. Agama mereka kejahatan sebetulnya," kata Kepala Biro Humas Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jerry Sumampow, di Graha Oikoumene, Salemba, Jakarta Pusat, Minggu (13/5/2018).
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa'adi, juga senada. Menurutnya, teror bom yang merenggut banyak jiwa tak bersalah itu merupakan tindakan di luar nalar akal sehat yang sudah melampaui batas nilai kemanusiaan.
"Pelakunya patut diduga adalah orang yang tidak beragama dan sudah hilang rasa kemanusiaannya. Atas dalih apa pun tindakan tersebut tidak dibenarkan karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan ajaran agama," ujarnya.
Zainut menegaskan, terorisme merupakan kejahatan terhadap negara, agama dan nilai-nilai kemanusiaan. Karena itu, terorisme harus menjadi musuh bersama.
Banjir kecaman menggiring tragedi memilukan ini kepada permasalahan komplek: soal profesionalisme petugas keamanan, desakan payung hukum penanganan terorisme (RUU Anti-Terorisme), dan kekhawatiran berlebihan terhadap orang-orang yang patut dicurigai.
Pasca-tragedi bom di Surabaya, terberitakan detasemen khusus anti-teror bergerak cepat melakukan penangkapan dan penembakan terhadap para terduga teroris di sejumlah daerah. (BACA: Densus Tembak Mati Empat Terduga Teror di Cianjur)
Cara-cara aparat keamanan mencurigai sejumlah masyarakat kemudian memantik permasalahan lain: arus Islamophobia. Memunculkan kecurigaan besar terhadap Islam.
Sebuah video, seperti informasi yang beredar, memperlihatkan seorang santri yang sedang dalam perjalanan pulang dari pesantren ke rumahnya, viral di media sosial, karena oleh polisi dia diminta mengeluarkan isi kardus dan ranselnya. Si santri dicurigai membawa barang berbahaya.