Airplane Mode ke Kecamatan Sembilan Warna

  • Bagikan
Oleh: Dahlan Iskan GARA-GARA HP. Saya lebih pilih kereta cepat daripada pesawat kalau lagi di Tiongkok. Di pesawat tidak boleh buka HP. Sepanjang penerbangan. Walau hanya untuk menulis sekali pun. Berarti nganggur. Melamun. Jarang bisa tidur. Pilihan lain membaca: Novel. Tapi tanggung. Untuk penerbangan satu atau dua jam. Tapi kali ini beda. Saat saya lagi di Tiongkok ini. Sekarang ini. Sekarang sudah berubah. Selalu naik pesawat. Ke tujuh kota. Tidak ada lagi yang satu ini:  larangan buka HP. Tidak ada lagi perintah mematikan HP. Pun saat mau take off. Maupun landing. Yang ada hanyalah  pengumuman ini: HP harus disetting ‘airplane mode‘. Fasilitas ‘airplane mode‘ itu ada. Sudah lama. Di semua HP kita. Hanya saja dianggap tidak pernah ada. Seperti tidak ada guna. Memang saat fasilitas itu ‘on‘ berarti tidak bisa menelepon. Tidak bisa bicara. Tapi tetap bisa menerima teks. Mengirim teks. SMS bisa. WeChart bisa. Email bisa. Ketika ketinggian belum menelan sinyal. Saya senang sekali. Dengan perubahan peraturan ini. “Sudah dua bulan boleh tetap buka HP di pesawat,” ujar seorang pramugari dalam penerbangan dua jam dari Shenzhen ke Chengdu ini. Berarti Tiongkok sudah mengikuti Amerika. Yang sejak lama membolehkan HP terbuka di penerbangan mereka. Dengan HP saya suka membaca rubrik ‘kapten menjawab’. Di salah satu surat kabar terkemuka di Amerika. Banyak sekali pertanyaan di situ. Dari para penumpang pesawat. Yang dijawab oleh pengasuh rubrik itu: seorang pilot senior. Salah satu pertanyaan adalah: mengapa pramugari mengumumkan HP harus dimatikan tapi tidak menegur penumpang yang tetap membuka HP. Jawab sang kapten menarik: Ada UU di Amerika. Bidang penerbangan. Tahun 1960-an. Yang melarang menghidupkan peralatan elektronik. Bisa mengganggu sistem komunikasi pesawat. Tapi itu dulu. Peralatan elektronik sekarang sudah beda. Sudah tidak mengganggu lagi.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan