Jeritan Kelaparan Warga Perumahan Balaroa yang Belum Terjamah Bantuan

FAJAR.CO.ID, PALU - Memasuki hari keenam pasca gempa dan tsunami yang menjadikan Palu dan sekitarnya dijuluki "kota mati", karena bantuan belum juga dirasakan maksimal oleh warga bahkan cenderung belum ada sama sekali.
Insting bertahan hidup menjadi alternatif pemantik jiwa survive masyarakat yang "terpaksa" menjarah gudang dan toko yang ditinggal oleh pemiliknya.
Namun sebelum itu, ada yang lebih memprihatinkan. Evakuasi para korban yang dikabarkan ribuan juga belum rampung. Bahkan, beberapa titik pusat terparah gempa dan tsunami luput dari perhatian.
Slogan "KAMI BUTUH AIR DAN MAKAN" bertebaran dimana-mana. Posko-posko ciptaan warga terasa sia-sia sebab bantuan tidak kunjung datang untuk memenuhi sudut-sudut kota.
Menurut salah seorang relawan ACT MRI, Nur Ali Akbar, warga tidak henti-hentinya meneriakkan soal janji pemerintah yang katanya akan segera memberikan bantuan logistik kepada warga Perumnas Balaroa.
"Warga teriak, Kemana pemerintah? Mengapa diam? Jelang pemilihan mereka mendekat, saat menjabat mereka tetiba hilang tanpa jejak," beber Nur Ali.
"Tidak hanya itu, kami juga melihat anak-anak sedang menangis minta susu. Bahkan, sekeluarga meringis menahan lapar, sambil mengatakan, tolong kami, bantu kami, jangan janji kami," tambah Ali.
Palu bagian barat, di sebuah pemukiman padat warga bernama Perumnas Balaroa, cerita tentang rumah yang rata dengan tanah itu benar adanya. Puluhan kendaraan terkubur massal bersama pemiliknya.
Belum ada bantuan yang berarti hingga detik ini. Hanya 1 atau 2 mayat yang bisa dievakuasi oleh tim rescue ACT MRI saat melakukan evakuasi di Perumnas Balaroa. Dibutuhkan alat berat untuk bisa melakukan penggalian area yang tertimbun. Eskavator dan Buldoser di lokasi tersebut seolah hanya jadi barang pajangan karena nihilnya BBM dan petugas yang paham area.