Pasca Periksa Sekwan, Kejati Dalami Dokumen Reses DPRD Makassar

“Karena hampir semua peraturan yang ada baik UU No.17 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2010 tidak menjelaskan mekanisme sebenarnya penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan reses. Sehingga memang sangat rawan dimanipulasi,” kata Muthalib, Selasa (16/10/18).
Padahal, dalam kegiatan reses diperlukan perencanaan dan pelaksanaan reses yang berkualitas, agar aspirasi masyarakat atau konstituen yang disampaikan kepada anggota DPRD sewaktu acara reses, dapat berkualitas pula.
Sehingga aspirasi tersebut benar-benar pantas untuk ditindaklanjuti menjadi pokok-pokok pikiran DPRD yang selanjutnya disampaikan kepada Pemerintah Daerah untuk dijadikan program dan kegiatan pembangunan sebagaimana tertuang dalam APBD yang akan dilaksanakan.
“Nah perlu dicermati juga Tatib DPRD Kota Makassar. Karena kami menduga hanya menjelaskan tentang adanya reses saja. Tetapi tatalaksananya, mekanismenya, sistemnya atau jalannya sama sekali tidak ada petunjuk, pedoman dan bagaimana seharusnya,” ungkapnya.
Tentang kerawanan manipulasi pelaksanaan reses anggota DPRD, diakui Muthalib tak hanya terjadi di Kota Makassar. Tetapi juga berpotensi terjadi di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Sehingga, menurut Muthalib, diperlukan adanya peraturan secara khusus yang mengaturnya sebagai tindaklanjut dari adanya UU dan peraturan yang sudah ada. Dalam hal ini diperlukan lahirnya atau terbitnya Surat Keputusan DPRD tentang Model dan Standarisasi Penyelenggaraan Reses DPRD.
Hal ini sejalan dengan semangat dan amanat PP No.16 tahun 2010, Pasal 66 dan 67. Bahwa, dipandang strategis untuk dilaksanakan. Karena: reses yang dilakukan oleh anggota DPRD akan menyerap aspirasi masyarakat, yang dari aspirasi itulah dibuat pokok-pokok pikiran DPRD yang akan dijadikan berbagai program dan kegiatan yang akan ditempatkan di masing-masing OPD Kota Makassar.(ade/fajar)