Berebut Sulsel dalam Pilpres Bharatayudha

Dalam cerita rakyat juga dikenal makna sama dengan istilah Perang Bharatayudha, perang panjang yang melibatkan dua keluarga antara Pandawa dan Kurawa untuk menduduki tahta mahkota raja di kerajaan Hastinapura. Akibat perang total Bharatayudha itu, banyak memakan korban dikedua pihak walau dimenangkan Pandawa namun kehancuran kerajaan tak terelekkan.
Seperti kata ketua Mao Zedong, bahwa poltik adalah perang tanpa pertumpahan darah, sehingga ia pun menerapkan konsep ini dengan mengusir kaum republik melipir ke Taiwan karena kalah perang saudara dan pertumpahan darah sulit dielakkan.
Jika pilpres ibarat perang tanpa senjata, maka senjata sesungguhnya adalah strategi pertempuran politik dengan pemetaan yang tepat dengan dukungan sumber daya dan logistik yang kuat. Pilpres tentu bukan perang fisik tetapi kekalahan dalam pilpres memicu perang sesungguhnya dalam bentuk perang senjata dan terjadi di pelbagai negara baik di Afrika maupun Amerika Selatan.
Dalam perang Bharatayudha ada etika yang perlu diterapkan dalam perang pilpres seperti larangan berbuat curang yang dapat dimaknai bahwa pilpres terlepas dari upaya culas memenangkan hati rakyat dengan cara manipulasi dan politik tanpa uang.
Selain itu, pertempuran Bharatayudha pun melarang prajurit melakukan tindakan pengeroyokan dalam peperangan yang berarti segala perbuatan dilarang melakukan tindakan main hakim sendiri dan mengeroyok lawan politik tanpa mengindahkan rambu-rambu hukum atau dengan membawa perkara ke Mahkamah Konstitusi dan bukan memprovokasi rakyat dengan people power.