Oleh: Aidir Amin Daud
Sebuah peringatan yang baik bagi bangsa ini — dikeluarkan oleh Mantan Presiden RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Setidaknya kritik ini terkait dengan sikap berbangsa yang harus diambil oleh semua kelompok. Kebetulan kali ini — kritik atau mungkin bisa disebut otokritik datang dari SBY untuk kegiatan kampanye Prabowo-Sandi yang berlangsung Minggu dinihari hingga pukul 10 pagi itu.***
SBY mengkritik konsep acara kampanye akbar pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta. SBY menilai konsep acara seolah hanya mewakili kelompok tertentu.
Setidaknya mungkin karena acara dimulai dengan shalat subuh berjamaah. Kampanye yang dilakukan Minggu kemarin disebut SBY, tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif. Melalui sejumlah unsur pimpinan Partai Demokrat, SBY meminta konfirmasi apakah berita yang didengarnya itu benar? Presiden ke-6 itu meminta agar konsep kampanye mencerminkan kebinekaan yang inklusif. Dia tak ingin ada kesan eksklusif untuk menggaungkan kelompok tertentu dengan basis kelompok agama tertentu. Kita semua tentu sependapat dengan SBY bahwa adalah sesuatu yang arif jika kita mengakhiri demonstrasi apalagi show of force identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuansa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrem. Kita bersyukur memiliki ‘keberanian’ untuk melakukan kritik itu sebagai bagian dari upaya dia menjaga kesatuan berbangsa untuk tidak terjebak dalam suatu polarisasi yang tidak perlu. SBY yang partainya menjadi bagian dari Prabowo-Sandi sudah menperlihatkan sikapnya untuk mengingatkan sebuah potensi yang tidak tepat.***