Ekspektasi dan Realitas Politik

  • Bagikan
Tak bisa diabaikan pula bahwa para ”pekerja” di sektor ini, yang ramai pada saat pemilu/pilkada, datang dengan label “relawan”. Yang pada hakekatnya adalah pencari kerja yang bekerja sesuai bayaran. Dan tak sedikit yang tak punya kapabilitas yang cukup dan dedikasi yang tinggi atas tugasnya. Disinilah biasanya “survei” internal itu bermasalah. Jarak antara ekspketasi dan realitas politik inilah sebenarnya yang mesti ditutupi dengan pengetahuan politik. Bukan sekadar untuk mendekatkan ekspektasi dengan ralitas, tapi juga untuk memberi penguatan psikologis untuk menerima realitas politik yang tak sesuai ekspektasi. Dan itu hanya bisa ditutupi oleh kemelekan politik yang memadai. Olehnya itu, seseorang perlu memiliki bekal pengetahuan politik sebelum turut larut dalam kontekstasi perebutan kursi-kursi kekuasaan. Baik sebagai peserta, pendukung, maupun penggembira. Tanpa itu, peluang kekecewaan yang berujung pada tindakan destruktif atau depresi akan terbuka lebar. Pun jika menang atau terpilih, potensi penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi dan kelompok seperti korupsi dan kolusi (suap menyuap) akan terbuka lebar. Dan hal itu merugikan pelaku, juga publik. (mm)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan